Minggu, 16 November 2014

Salah Satu Perkelanaan Batin dengan Likelihood dari Fungsi “Manggis Ku Lempar, Mangga Ku Dapat”

Suatu saat, di pagi cerah dimana matahari bersinar tanpa terhalang sehelai awan, dosen anareg-ku melengkapinya dengan sebuah dongeng yang membuat kami sekelas merasa semakin ternina-bobokan. Di tengah pergulatan ku melawan kantuk yang  menghebat, ada sekelebat kalimat yang ku tangkap. "..pendidikan di Indonesia  tidak bertujuan untuk menyiapkan lulusannya siap menghadapi kehidupan nyata. Terlalu kurang pengenalan sastra bagi anak-anak kita. Padahal dengan membaca buku sastra mereka diajarkan untuk melihat masalah dalam kehidupan yang belum tentu bakal dia hadapi, tapi setidaknya dia sudah tahu bagaimana solusinya, karena buku sastra mengajarkannya.."

Kantuk sedikit menghilang, aku sedikit beringsut, memperbaiki posisi dudukku yang sudah mulai melorot. Mataku memandangi white board yang penuh dengan tulisan-tulisan spidol berwarna hitam dan merah yang tak jelas apa bentuknya. Kantuk yang nikmat jika dipadankan dengan sepasang guling dan bantal ini membuatku memutuskan untuk menyangkutkan kacamata minus 2,75-ku di balik kemeja. Tapi entah kenapa di papan berwarna putih itu aku melihat gambaran Siti Nurbaya yang menangis ketika dinikahkan dengan Datuk Maringgih. Disitu pula aku melihat Samsul Bahri dengan dada membusung, pergi ke medan perang untuk mencari mati karena menahan sakitnya patah hati.

Urgghh..aku menggelengkan kepalaku yang makin geje alias “gak jelas”. Bapak dosen kayaknya lebay deh. Peluang anak muda di zaman sekarang untuk menerima nasib seperti Siti Nurbaya sangat kecil. Kalau diuji secara statistik sangat besar kemungkinan hasilnya tidak signifikan.  Kalaupun  terjadi perjodohan pada zaman sekarang pasti reaksinya sangat berbeda dengan reaksi pada zaman itu. Model-nya sudah tidak upto date! Hipotesa di tolak!

Tapi bagaimana pun aku harus fair dan menghargai setiap pendapat orang lain. Perbedaan pendapat itu halal, masalah sepakat atau tidak sepakat itu urusan lain. Kalau saja itu bukan kuliah Analisis Regresi, tapi kuliah Bahasa Indonesia, mungkin aku akan langsung unjuk tangan dan mulai menyatakan pendapat. Lalu aku akan berkata seperti ini: “ Please deh Pak”. Ups sorry, ini pelajaran Bahasa Indonesia ya, jadi sebaiknya aku menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Ok, ulangi: “ Maaf Pak, boleh saya menyatakan pendapat saya?” Ups, salah lagi. Menyatakan pendapat itu  bukan sesuatu yang salah dan aku tidak perlu minta maaf untuk itu.

Ulangi sekali lagi ya: “ Saya minta waktu Bapak mendengarkan pendapat Saya, bisa?”.

Aku membayangkan dia mengangguk menyatakan persetujuannya dan aku berdiri sambil berkata, “menurut Saya, di zaman sekarang ini kita tidak bisa terpaku terus dengan karya sastra klasik, apalagi jika tujuannya adalah mengambil pelajaran dari dalamnya. Karena banyak hal yang terjadi di zaman itu tidak sesuai lagi sehingga tidak bisa diimplementasikan di zaman sekarang. Bahkan kisah Romeo dan Juliet yang dituliskan oleh Shakespeare berlatar Verone, Itali bukan di Inggris, dimana Shakespeare tinggal. Salah satu alasannya adalah karena kisah Romeo dan Juliet dengan latar Inggris hanya akan menjadikan cerita itu absurd karena isinya tidak sesuai dengan budaya dan norma di Inggris. Jadi, kalau alasannya adalah pendidikan agar anak-anak mampu mengidentifikasikan masalah dan tahu bagaimana menyelesaikan masalah itu, maka tontonlah sinetron Indonesia. Dari sinetron Indonesia anak-anak diajarkan bahwa menjadi orang baik itu harus banyak cadangan air mata. Dan kebanyakan orang kaya itu sombong dan jahat. Hampir semua semua anak muda yang kaya dan ganteng itu sukanya dengan gadis desa yang lugu (upps, itu FTV, bukan sinetron ya? Hehe). 

Orang baik itu harus sabar, walaupun dizalimi, diperlakukan tidak pantas harus tabah dan tegar, karena pada akhir cerita mereka akan bahagia. Masalahnya kapan sinetronnya tamat? Apalagi jika ratingnya semakin tinggi, maka penderitaannya akan dipanjang-panjangkan. Hal ini sesuai dengan konjektur sifat dasar manusia: "senang saat orang susah, susah saat orang senang". Jika pun ada episode dimana tokoh protagonis agaknya hampir mendapatkan kebahagiaan, biasanya terpotong iklan atau bahkan bersambung ke episode berikutnya. Artinya: "jangan senang dulu, jika kau tertawa hari ini belum tentu besok engkau masih tertawa". Hahaha. Dan kalau cerita sinetron Indonesia, kebahagian tokoh protagonisnya tidak pernah ditunjukan dengan tawa, mereka hanya tersenyum sambil MENANGIS.

Sepertinya itu gambaran masalah masyarakat Indonesia yang paling mutakhir
 (menurut kamus besar bahasa Indonesia mutakhir berarti: terakhir; terbaru; modern (adjektiva)—tadinya aku mau memakai istilah up to date karena sepertinya pembaca seperti Anda akan lebih terkoneksi dengan maksud dari kata itu, berhubung saya sedang mengemban misi untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar maka saya harus melampirkan keterangan tambahan seperti ini—keep wondering what’s wrong with our education system :( --

“Oke, sampai disini dulu pertemuan kita kali ini. Minggu depan saya tidak bisa mengajar karena harus menyampaikan seminar di Bali. Bagaimana bahagia tidak?”

“Bahagia....!!” jawab teman-temanku serempak. Lamunanku terputus, tapi entah mengapa rasanya hatiku kurang bahagia.

“Untuk mengisi waktu tersebut silakan Anda menyusun laporan dengan menggunakan program Matlab sesuai dengan lembar prosedur kerja yang sudah saya berikan ke ketua kelas. Sampai ketemu 2 minggu mendatang!” Bapak dosen itu pun menyebarkan senyumnya sebelum meninggalkan kami yang kemudian sangat berisik karena membahas tugas yang baru saja diberikan.

“Pak, boleh tidak saya buat laporan hasil observasi tentang sinetron Indonesia saja. Kalau Bapak setuju itu pasti benar-benar akan membuat saya bahagia”, ujarku dalam hati sambil memandangi punggungnya yang kemudian hilang di balik pintu.

Aku datang untuk belajar anareg, tapi yang kudapat hanyalah kesimpulanku tentang sinetron Indonesia, piuhhh.

“Hanya? No! Stop berpikir negatif! Coba ulangi sekali lagi dengan sikap positif!” pekik hati kecilku membuatku sedikit terkesiap.

“Mungkin hari ini belum ada satu ilmu tentang anareg yang bisa kupahami, tapi setidaknya aku mulai memahami sinetron Indonesia. Itu adalah hasil yang bagus, aku akan berusaha lebih baik lagi! Aku bangga pada diriku. Setidaknya 2,5 jam duduk di kelas otakku tidak berhenti bekerja”

"Good Job!"


-- You have to appreciate everyone for every single thing of “their” achievement. The context for “their” is including you!--

catatan kamus:
konjektur   adalah   suatu   pernyataan   yang   nilai   kebenarannya   tidak   diketahui.   Setelah  pembuktian berhasil dilakukan, maka konjektur berubah menjadi teorema.

Minggu, 15 Desember 2013

Coretan Saat Kangen Suami



Let say, I’m still in A-Ha moment pasca fingerprint test.

Sesaat setelah sesi konsultasi fingerprint-test selesai, Bunda langsung “terbang” ke skype Ayah. Melaporkan dengan detail semua hal yang terjadi. Terlalu detil mungkin, seperti biasaaaaa…

Dari semua yang Bunda ceritakan, komen pertama ayah yang Bunda ingat adalah: “kalau Ayah kira-kira apa ya?”

Dezigggg, manusiaaaa banget!
Memang, Bunda tahu kalau manusia itu punya kecenderungan alamiah untuk egosentris. Tapi, saat ini bukan komentar seperti itu yang Bunda harapkan. Sedikit kecewa sih. Jadi, rupanya hanya itu yang berkelebat di kepala Ayah saat Bunda mencerita hasil tes kami:  You was busy thinking about yourself! mmmhhh...

BTW, it’s ok, it’s natural, He only human (even in many ways He is my angel).

“Ayah cenderung analitis, perasa, moody, penuh perhitungan. Jadi Ayah termasuk apa, ya?” tanyanya lagi tanpa rasa bersalah. Bunda berpikir sejenak, kira-kira obrolan ini mau dibawa kemana? Dibawa ribut atau dibawa fun? Sepertinya tidak ada pilihan lain, dibawa fun aja deh (ributnya entar aja kalo ayah udah pulang ke Indonesia..hehe).

Bunda berpikir lagi secara objektif, mencoba menghalau semua godaan untuk meributkan hal-hal kecil. Bunda kira semua itu betul juga, suamiku tercinta itu sepertinya sempurna, like I said before: He is my angel in many ways. Lalu Bunda jelaskan tentang teorinya otak, bahwa otak manusia itu dibagi menjadi lima ragam kecerdasan: Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling dan Insting. Dengan dua ragam kemudi kecerdasan: introvert dan ekstrovert.

Mendengar penjelasan Bunda, Ayah langsung mengira dirinya introvert. Ayah percaya dia introvert karena seseorang memvonisnya demikian. Salah satu cirinya adalah sifat Ayah yang sedikit tertutup. Ayah bisa menjadi pendengar yang baik, tapi susah untuk menceritakan dirinya sendiri. Sehingga walaupun nampak ceria dan heboh, sedikit sulit untuk menggali apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Ayah.

Ada yang menarik tentang istilah Introvert-Ekstrovert (I-E) ini. Ternyata ada I-E besar dan i-e kecil. Yang lebih kita kenal selama ini adalah I-E besar. Orang yang Introvert (besar) biasanya memiliki kepribadian yang cenderung pendiam, suka mengurung diri, dan pemurung. Psikolog cenderung mengelompokkan sebagai sifat yang negatif. Sebaliknya Ekstrovert (besar) memiliki kepribadian yang lebih terbuka, mingle, outgoing dan lebih percaya diri. Psikolog mengelompokkannya sebagai sifat yang positif.

Nah, yang baru Bunda tahu ternyata i-e kecil sama sekali berbeda dengan I-E besar. i-e kecil tidak berkutub alias bersifat netral. i-e kecil bersifat genetik dan tidak akan berubah seumur hidup. Berbeda dengan I-E besar yang berkaitan dengan dasar prilaku, sehingga masih dapat berubah seiring waktu.

Menurut teori yang disampaikan sang konsultan, yang terekam dalam fingerprint-test ini adalah i-e kecil, yaitu bagian dari otak yang menggambarkan dari mana kemudi kecerdasan dijalankan. Gampangnya: i-e kecil menunjukkan arah kemudi pikiran. Intro berarti charger-nya ada di dalam,  ekstro charger-nya ada di luar.

Dugaan Bunda, salah satu ciri orang introvert adalah keras kepala. Orang-orang introvert bukan berarti tertutup. Bisa jadi orang introvert punya sikap sangat terbuka, mampu mendengar, menyimak, mengamati semua hal yang terjadi di sekelilingnya, hanya saja dia tidak mudah menerima dan menyerapnya. Orang-orang seperti ini susah dimotivasi, kecuali keyakinan itu benar-benar datang dari proses berpikirnya sendiri. Orang introvert sulit diajak berpikir objektif, karena secara alamiah dia berpikir subjektif. Kelebihan orang seperti ini adalah konsiten dan persisten.

Sebaliknya ekstrovert menunjukkan kemudi berpikir dari luar. Dia bisa menerima masukan dari luar dirinya dan menjadikan masukan itu sebagai nilai pribadi. Orang seperti mudah dimotivasi namun mudah pula terbawa angin bertiup.

Nah, kalau begitu sepertinya Ayah itu adalah tipe introvert.
Mungkin tidak banyak yang percaya kalau memotivasi Ayah itu luarrrrr biasaaaaaaaa susyahh! Biar air liur kering, atau mulut sudah berbusa-busa, motivasi apapun hanya masuk telinga kanan keluar telingi kiri. Sebagus apapun motivasi atau contoh nyata yang disodorkan pada Ayah tidak akan diindahkannya. Apalagi jika menurutnya itu bukan value yang cocok baginya.

Tidak terhitung  berapa gunduk buku motivasi yang Bunda lahap hanya untuk di-share ke Ayah. Semua itu Bunda lakukan terutama untuk memotivasi Ayah, meyakinkan Ayah, bahwa dia belum menggunakan 100 persen kekuatannya. Hatinya yang terlalu baik, penuh rasa syukur  dan feel fully abundant justru jadi rem terlalu pakem untuk membuatnya maju-berlari-dan tancap gas. 

Please God, help me, tell Him that he better than He think He is.

Tapi, Alhamdulillah,  Allah itu menciptakan segala sesuatu itu berpasangan, seperti dua sisi mata uang. Dua sisi diciptakan karena kita membutuhkan keduanya.
Asal tahu kapan menggunakannya. 
Kapan kelebihan dibutuhkan: saat berjihad di bumi untuk kemashlahatan sekeliling kita.
Kapan kekurangan dibutuhkan: saat kita mengingat Allah. Agar tidak lupa diri karena kita hanyalah manusia yang membutuhkan orang lain dan hanya manusia tanpa daya, tanpa pertolongan YME.

Allah Maha Adil, sesuatu yang dianggap manusia sebagai kelemahan,  disaat yang tepat justru menjadi sumber kekuatan. Selama ini semua motivasi (=omelan) dari Bunda selalu  mental dari pusat daya ingat Ayah. Tapi saat Ayah memutuskan sesuatu, maka seluruh tenaga dan pikirannya akan dia gunakan sekuat tenaga. That’s why He always be the best, everytime He want (sadly, not all the time He wanted to be the best).

Beberapa bulan lalu hati Ayah diberi cahaya oleh Tuhan. Setelah 7 bulan terpisah lautan Ayah mulai mengingat kata-kata (=omelan) Bunda. Dan Ayah bilang Ayah akan berjuang mati-matian buat Bunda dan anak-anak. Alhamdulillah...(kira-kira kata-kata apa ya, yang Ayah ingat itu? mmmhhhh...)

So, because I know He is doing His best. I (trying) to understand if He has no time enough just to skype-ing me (LOL) everynight. Bunda doakan agar keteguhan hati, kesabaran dan daya juangnya di negeri nun jauh disana selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Hingga nanti saatnya kami sama-sama memetik buah dari perjuangan  ini. Aamiin.





PS:
It’s my birthday gift for you Ayah..

“HBD, wish you all the best…
You are my best…
Can take my eyes away from you…
Can wait to cuddle on your warmth “
 

Sabtu, 14 Desember 2013

Teman-Teman yang Aneh



Banyak orang  yang mengatakan bahwa saya memiliki sebuah kelebihan yang menarik. Salahsatunya adalah kemampuan saya menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang yang mereka sebut ‘aneh’.  Aneh disini bisa berarti banyak hal, namun pada intinya mereka yang berpredikat aneh adalah mereka yang tidak ‘mudah’ untuk dijadikan teman. Bisa jadi, karena mereka terlalu tertutup atau mereka terlalu ‘menyebalkan’. Menariknya, ujar mereka, saya mampu berteman dengan orang-orang yang mereka anggap menyebalkan itu. 

Pernyataan teman saya membuat saya menjadi berpikir, masak iya sih?

Menurut prognosis teman-teman, kemungkinan besar aku ‘klik’ karena aku juga termasuk kategori orang ‘aneh’, sama seperti mereka: ‘bunch of gigs’ hahha…
Bisa jadi, bisa jadi…

 But, step back.
Let me think about it!

Yuk, kiat bedah satu persatu beberapa teman yang mereka anggap aneh:

1.       Seorang teman yang selalu tersenyum, menebarkan pujian, selalu bersikap ramah dan hangat. Saya benar-benar tidak habis pikir, kenapa semua orang yang mengenalnya begitu illfeel. Menurut saya dia adalah seorang yang  berpikir terbuka dan jujur. Kenyataan bahwa kejujuran itu menyakitkan, anak kecil juga tahu. Saya lebih suka orang berkata apa adanya daripada mengembel-embeli maksud dengan kiasan atau sindiran. Orang yang jujur lebih mudah dipahami, ketika ia memuji berarti dia benar-benar memuji, ketika dia menghina, berarti itu memang pantas untuk dihina.  Saya agak aneh, kenapa orang yang  suka memuji dan mengkritik tidak lebih  daripada orang  yang  tidak pernah memuji, hanya bisa mengkritik…hehe.

2.       Seorang  teman yang terlalu protektif pada dirinya sendiri. Orang ini menjadi manipulative, dan tertutup. Siasat saya untuk teman seperti ini adalah, mendengarkan, tidak banyak bertanya, mendorong dia melakukan hal se-positif mungkin. Dia tidak punya teman, saya sangat kasihan padanya untuk itu. Jadi, saya memilih untuk menjadi temannya, ada saat dia butuhkan. Teman seperti ini akan mencurahkan cinta dan kasihsayang tertulusnya untuk kita. Dan saya menikmati ketulusan itu.


3.       Seorang  teman dengan segudang pengalaman, dikenal banyak orang. Dia punya sayap yang sangat lebar jika dibentangkan. Lebih lebar bahkan dari bos kantor sekalipun. Dan saya mencoba mencari sumber masalahnya, kenapa semua orang membencinya:
Apakah dia bau badan? Tidak!
Apakah dia kurang cantik? Tidak! Malah bisa dibilang, salah satu sumber ketenarannya yang kecantikannya itu.
Lalu apa?
Ternyata, justru segala kelebihan yang dimilikinya adalah sumber masalah.
Kelebihannya:
1. Networking yang luas
2. Kelebihan fisik diatas rata-rata
3. Idenya yang sangat banyak
4. Berpikir out of the box
5. Pandai bersilat lidah
Lho, jadi apa masalahnya? Apa teman-teman yang lain tidak menyukainya karena dia terlalu menyedot perhatian sampai tak tersisa buat yang lain? Atau performance-nya membuat orang merasa kerdil?
Tidak!
Semua kelebihannya itu menjadi kelemahan karena dia tidak mampu menempatkannya dengan tepat, dan tidak mengkombinasikan semua itu dengan tanggung jawab.
Dia melempar ide-ide menarik lalu meminta feedback, langsung bergerak mencari cara agar idenya terlaksana APAPUN bayarannya. Sayangnya dia mengabaikan tugas utamanya, menelantarkan anak buahnya. Dia terlalu sibuk menanam kangkung buat lauk makan nasi, tapi dia lupa menanam padi (halahhh, berfilsafat lagi!!).

Saya termasuk orang yang tidak sepaham dengan cara kerjanya. Tapi karena saya sahabatnya, maka saya lebih leluasa untuk menegurnya. Saya suka berteman dengan dia karena saya paham tentang semua gejolak dan semangatnya yang berkobar-kobar. Saya bisa menangkap visinya dan saya senang membantunya mencapai visi itu. Sayangnya, seringkali dia melemparkan tanggungjawab teknisnya di pundak saya..haha. Untungnya sejauh ini saya tidak pernah merasa dirugikan.

4.       The last but not the least. Seorang teman yang sangat popular ke-“menyebalkan”-annya  sampai seantero negeri. It’s not a bullshit, I mean it! Tapi, kalau mereka mencoba menerima tingkahnya tanpa pretensi, menurut saya tidak semua salah tentang tingkah lakunya. Saya berkata demikian bukan tanpa proses. Saat saya tidak mengenalnya dekat, saya hanya meng-gugu saat orang mendikte saya bahwa dia menyebalkan. Tapi saat saya mengenalnya dekat, saya dapat melihat kecerdasan yang menjadi sumber ke’berisikan’nya. Saya juga bisa melihat bahwa dia bisa termasul life-work balance persona. Dia membuktikan produktivitas yang tinggi, instead of OMDO. Dia bisa menjadi sangat hangat dan bertanggung jawab, dan penuh perhatian. Dan saya kira saya nyaman berteman dengannya.

Kalau diuraikan begini, saya merasa beruntung untuk mengenal  mereka. Bergaul dengan mereka memperkaya hati saya.

Kita tidak akan tahu kelebihan seseorang jika kita tidak mencoba mengenalnya dari dekat.

PS:
It’s not easy making friends, but it’s easier to be friendly. 

 

 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang