Selasa, 30 Januari 2018

Hoarder

Hoarder??

Susah mencari padanan kata ini dalam bahasa Indonesia. Sederhananya, 'hoarder' adalah titel untuk orang-orang yang sulit membuang barang. Hoarder mempunyai kecenderungan untuk menimbun barang. Bahkan sejak tahun 2013, hoarding dianggap suatu jenis gangguan mental (mental disorder). Para hoarder merasa memiliki keterikatan batin (mental attachment) dengan barang-barang itu, akibatnya mereka tidak tega untuk membuangnya dan malah menyimpannya.

Kalau hanya berdasarkan definisi diatas, maka Emak harus mengakui bahwa Emak adalah 'hoarder'.
Emak selalu berat kalau harus 'mempensiunkan' suatu barang. Alasannya bisa macam-macam. Kalau barang itu hasil pembelian, Emak biasanya teringat bagaimana perjuangan untuk membelinya. Kalau barang itu hasil pemberian, Emak berat membayangkan betapa sedih pemberinya jika tahu barangnya dibuang. Kalau itu barang hasil bikin sendiri, apalagi! Emak pasti ga tega. Terutama untuk barang hasil bikin sendiri. Diantara ketiga kelompok barang tersebut, barang DIY justru paling berat di handover pada orang lain. Tentu saja karena barang DIY memiliki tingkat mental attachment yang paling tinggi diantara ketiganya.

Karena penyakit ini, Emak sering pusing sendiri. Lemari 5 pintu yang emak punya sampai tidak muat menampung baju Emak. Sebagian di simpan dalam dus-dus bekas rokok gudang garam. Bagaimana tidak numpuk, baju kebaya jaman gadis aja masih Emak simpan. Malah kadang-kadang Emak masih make, kalau kebetulan lagi kurusan (hihi). Belum lagi sepatu, tas, assesoris seperti bros, sudah seperti pelangi, merah kuning hijau di langit yang biru. Tapi ya itu, masih dalam kotaknya, berbaris di pojokan, tidak berkandang.

Kelamaan pusing tentang urusan timbun menimbun ini, Emak akhirnya introspeksi. Tahap pertama dalam proses introspeksi ini adalah, bertanya: WHY? Kenapa saya suka menimbun barang?
Jawabannya Emak rinci sebagai berikut:

  1. Barang itu biasanya didapatkan dengan tidak mudah. Bisa jadi hasil menabung, hasil malak , hasil minjem tapi ga dibalikin, dll pokoknya.
  2. Barang itu barang yang diidamkan sejak kecil. Berhubung Emak udah centil  turunan, sejak kecil Emak sudah bercita-cita harus miss matching, persis seperti tante CS bank yang kos sebelah rumah. Baju, tas, sepatu dan bros mesti matching. Jadi ketika sudah punya penghasilan dan punya kewenangan untuk bebas membelanjakannya tanpa izin siapapun, Emak langsung merajalela. Sayangnya, cita-cita itu terjagal rasa ga pede makenya. Jadi, biarpun Emak punya sepatu hijau, biru, merah, kuning.. ujung-ujungnya yang sering dipake malah crocs kw china sejuta umat itu lhooo..

Mmhh. jadi jangan dibayangin Emak ini modis ya, Sis.. Hoarder punya kecenderungan suka memiliki tapi belum tentu siap memakai.. Soalnya sayang takut rusak, hehe..

Pertanyaan kedua dalam proses introspeksi ini adalah... mmm..... (#mikir.com) masih dipikirkan ... hahahahh

Gara-gara ngebahas masalah hoarder ini Emak malah jadi sadar kalau sifat ini sudah ada sejak Emak kecil. Sejak kecil Emak suka ngumpul-ngumpulin barang. Bahasa kerennya sih koleksi. Berikut barang yang pernah Emak koleksi  dirunut dari zaman SD hingga sekarang:

SD:

  1. Koleksi stiker. Tiap hari Emak nahan ga jajan seperti anak yang lain, karena uangnya bakal beli stiker. Terus stikernya ga di tempel, tapi dikumpulin. 
  2. Koleksi kertas surat. Zaman Emak SD, koleksi kertas surat memang ngetren banget. Jadi, ga perlu beli sering-sering. Bisa tuker-tukeran ama temen-temen yang lain.
  3. Koleksi perangko, sempetnya sebentar aja. Soalnya koleksi perangko ternyata mihilll bingitss. Harus ngemodal, kalau cuma bisa ngumpulin prangko dalam negeri yang rupanya gitu-gitu aja, mending ga usah. Secara Emak kan ga punya sahabat pena yang tinggal di luar negeri. Merupakan hil yang mustahal, Emak dapat perangko dari luar negeri kalau bukan boleh beli di Gramedia. Emak versi SD sudah sadar bahwa koleksi prangko dengan cara itu menghilangkan sensasi luar biasanya. Emak versi SD sering terkagum-kagum dengan mereka yang banyak koleksi perangkonya. Kagum bukan karena jumlah yang dimilikinya, tapi kagum karena mengira dia punya banyak teman. Teman yang pasti sangat baik, karena rajin sekali berkirim surat. Ketika tahu, perangko itu cuma beli di Gramedia, maka sumber kekaguman Emak menjadi sirna. Lalu Emak berkata, "perangko, bye!".


SMP
1. Koleksi pacar.. Hahhaha haluuuu Makkkk...

SMA
1. Koleksi kaos kaki warna-warni. Sebenernya enggak niat di koleksi, tapi berhubung sekolah negeri bikin aturan kaos kaki harus putih, makanya kaos kaki warna-warni cuma bisa dijadiin barang timbunan.
2. Koleksi jam tangan. Sejak SMA, Emak mulai berani jalan sendiri ke Pasar Baru. Sebenarnya Emak ke Pasar Baru buat nyari tambahan koleksi kaos kaki. Entah mengapa suatu ketika Emak tahu kalau harga jam tangan di Pasar Baru harganya murah dan terjangkau. Awalnya, beli satu. Namanya jam murah, ga berharap awet lah ya. Jadi kalau nanti mati tinggal beli lagi, gitu niatnya. Eh, ternyata Emak underestimate. Biar kata jam murah, awet juga dia. Saking awetnya, Emak jadi ga sabar. Jam belum rusak, Emak udah beli lagi, beli lagi, beli lagi. Numpuk deh..
3. Koleksi Penghapus. Emak seneng banget ngumpulin barang-barang lucu. Yang paling ga nahan ya penghapus. Bentuknya lucu, warnanya cakep, malah ada yang wanginya bikin pingin gigit. Koleksi penghapus baru berakhir setelah punya anak. tadinya mau ngajak anak main pake penghapus yang lucu-lucu itu dengan mereka. Tak dinyana saking gemesnya malah dikunyah ama anak-anak. Piuhhh. Emak tidak yakin, Emak berhenti koleksi karena sayang sama penghapusnya atau sama anaknya... heueheu..

Kuliah
1. Koleksi fosil soal. Emak kan kuliah di sekolah kedinasan. Mitosnya, dosen sering mengulang soal-soal tahun sebelumnya di setiap ujian. Jadi, kerjaan Emak adalah berburu fosil soal, dengan cara pedekate-pedekate gitu dengan para senior.. #demi
2. Koleksi tiket bis Bandung-Jakarta, Jakarta-Bandung. Emak kan ceritanya kuliah di Jakarta. Berhubung masih doyan Indomie dan telur ceplok buatan Mamih, tiap minggu Emak pulang ke Bandung. tak lupa bawa gembolan oleh-oleh buat Mamih berupa baju yang belum sempet dicuci.. hihi. #myMomistheBest

Now
1. Koleksi keluhan
2. Koleksi omelan
3. Koleksi kartu tagihan
4. Koleksi selebarann diskon supermarket/departement store
5. Koleksi print-print-an jurnal ilmiah yang belum sempet dibaca, apalagi di review
6. Koleksi buku self-improvement yang dibaca doang tapi ga di praktekin..
7. Koleksi benang, kertas, manik-manik, kancing, kain... maklum, Emak kan (mantan) penggiat DIY.. xixi

Mmmhhh...

Udah.. ahh segitu aja dulu. Pikir-pikir nyensus barang koleksi gini bikin Emak makin sadar bahwa kadar hoarder Emak cukup mengkhawatirkan. Apalagi melihat Ayah sudah semakin gelisah, hihi. Emak perlu segera disembuhkan!.

Wish me luck ya!

Salam Emak!!

Senin, 29 Januari 2018

Mengapa Emak Menulis

Baru-baru ini Emak (minta) diajakin gabung dengan WAG Perempuan BPS Menulis (PBM). Sesuai dengan namanya, penghuni grup adalah para perempuan penulis di BPS se-antero nusantara. Diantara mereka ada penulis yang artikelnya sering muncul di surat kabar. Ada juga yang sudah menerbitkan buku, novel, cerpen dan lain sebagainya. Mereka luar biasa! Berada diantara mereka membuat Emak merasa ciut. Tapi Emak ingat bahwa satu langkah penting menuju luar biasa adalah berada diantara orang-orang luar biasa. Anggap saja panu, bersentuhan dengan mereka membuat kita mengidap yang sama.

Diluar grup PBM ada grup lainnya lagi. WAG tersebut hanya beranggotakan 50 orang saja. Lebih kecil, lebih berkualitas tentunya. Konon, salah satu pra-kualifikasi keanggotaanya adalah 'benar-benar mumpuni dalam menulis. Mereka berkewajiban menunjukkan bukti tulisan dengan tema: "Mengapa Saya Menulis". Kuota grup tersebut sudah penuh waktu Emak tahu. It's too late bagi Emak untuk ikut bergabung. Lagi pun siapa Emak? Hanya remahan kerupuk sisa bubur ayam yang melempem karena disimpen di kaleng Monde yang tutupnya hilang. Emak tahu diri lahh..

Nah, adapun Emak kali ini akan menulis dengan tema tersebut bukan karenaingin gabung dengan WAG tadi. Ini seakan menjadi reminder buat Emak untuk MULAI lagi menulis. Setelah lama menelantarkan blog ini, awal tahun 2018, boleh menjadi momentum tepat untuk membuka lembaran baru.
Wish Emak Luck!

Mengapa Emak Menulis... 

Selalu dan selalu, Emak merasa mengabadikan suatu momen itu penting. Sayangnya setelah dikaruniai telepon genggam dengan spesifikasi kamera HD, Emak malah keasyikan merekam momen dalam bentuk gambar. Orang bilang, "a picture is worth a thousand words". Saat Emak berbagi photo di Instagram, Emak merasa tidak perlu lagi berkata-kata. Let the picture talks itself. Tapi, lagi-lagi Emak diingatkan bahwa ada yang tidak bisa dilakukan oleh photo. Photo bisa menunjukkan emosi Emak, tapi photo tidak bisa menunjukkan isi hati, buah pikiran, dan ide yang ada di benak Emak.


Photo butuh narasi, butuh tulisan. So, untuk kelas Emak yang baru bisa ngetik sebelas jari dengan kemampuan analisis seadanya, ngirim artikel ke surat kabar agaknya terlalu ngimpi. Ya sudahlah, Tuhan pun tahu yang penting Emak berusaha. Cukuplah (sementara) ini Emak nulis di lapak sendiri (;P). Di jagat jaring laba-laba yang luas ini, belum tentu ada yang nyangkut atau sengaja mampir. Tapi tak apalah, anggap saja Emak lagi ngomong ama tembok. Ngomong sendiri tidak masalah, yang penting terdokumentasi (wkwkwk).

Jadi kesimpulannya, kenapa Emak menulis?
Emak cuma mau bilang ke Dilan yang pernah berkata:
"Jangan nulis,

ini berat.

Kau tak akan kuat.
Biar aku saja."

"Dilan, Biarkan Emak mencoba" ...


Salam Emak!


 #ngacapruk #keun_bae #teunanaon "
 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang