Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Februari 2018

Quote: Salah Satu Cara Menyenangkan untuk Belajar Bahasa Inggris




Emak itu (katanya) termasuk generasi X. (Katanya) generasi X cenderung suka akan risiko dan pengambilan keputusan yang matang. Generasi X adalah hasil peralihan dari pola asuh generasi Baby Boomers yang 'keras', dengan masa awal perkembangan teknologi informasi.

Jaman Emak, pelajaran Bahasa Inggris baru dipelajari di bangku SMP. Sekarang anak TK saja sudah banyak yang cas-cis-cus. Mama-Papa banyak membantu Emak-kecil belajar Bahasa Inggris waktu itu. tapi, kalau diingat-ingat lagi sekarang ternyata banyak pronunciation mereka yang kurang 'pas'. Misal, thank you (ˈthaŋk-ˌyü \ ), dibacanya chaŋk-ˌyü \, ngomongnya pake muncrat dikit xixi. Mungkin karena generasi Baby Boomers masih kuat dipengaruhi gaya pendidikan Belanda.

Emak-kecil (waktu itu) kutu buku, suka sekali baca buku. Sedih ketika ada buku  yang menarik tapi isinya bahasa Inggris. Makanya, berusaha menambah vocabulary dengan menghapalkannya dari kamus. Sayangnya, Emak memulai dari Oxford Dictionary, saking tebelnya hingga ujung lulus SMA Emak masih berkutat di bagian kamus dengan kata yang berawalan "A".. kata yang paling Emak hapal adalah 'Abandon' dan 'Abundant'... lol.


Cukup lama Emak sadar itu cara yang kurang efektif untuk berlatih Bahasa Inggris. Lalu Emak mulai ganti strategi, yaitu dengan mengumpulkan quote-quote dalam Bahasa Inggris. Tidak berhasil benar.. tapi setidaknya 'it's a fun way to learn and practice'. Emak punya buku notes khusus yang isinya quote-quote tersebut. Bagi yang pernah baca tentang 'hoarder", boleh dibilang I was a quote hoarder back then. Jangan dibandingkan dengan jaman now ya. Waktu itu nyari quote ga gampang, soalnya mbah google waktu itu belum lahir..

Tentunya cara ini ga 'plek  bisa diterapkan ke anak-anak, secara passion mereka beda banget dengan Emak. Lagipun, anak jaman now yang konon adalah generasi Y, sudah ga butuh kita buat belajar Bahasa Inggris. Mereka lebih pintar, karena bahasa inggris lekat dalam daily practice mereka (game maksudnya huhh.. #melenguh). Ga kaget kalau seringkali mereka mengkoreksi kalau Emak salah ngomong atau salah grammar.

Emak memang beda jaman dengan anak-anak. Emak sadar, ga selamanya orangtua selalu benar, dan ga selamanya orang tua lebih tau dari anaknya. Tapi ya Sudahlah, Emak serahkan pada anak-anak bagaimana mereka menikmati cara mereka dalam menikmati berbahasa. Yang penting Kaka Jaka harus rela kamar dindingnya dtempeli lettering quote Emak.. Kalau ga kalian siapa lagi yang rela, Nak? Plissss...


Salam  Emak!


#PerempuanBPSMenulis
#15HariBercerita

#HariKe-13


Sabtu, 02 Maret 2013

Pahlawan Hiduplah Lagi...


Pahlawan Hiduplah Lagi...

“Bun, pahlawan itu apa sih?” tanya Jaka suatu hari.

“Emhhh, pahlawan itu orang yang telah berjuang membela negara kita..jadi kita bisa hidup dengan damai sekarang..” , jawabku sambil berharap dia mengerti apa yang ku maksud.

“Aku tahu, kita harus mendoakan para pahlawan kita kan, Bun?”, tanyanya lagi dengan gaya bahasanya yang khas. (Bagi yang pernah kenal Jaka pasti bisa membayangkannya, memasang wajah serius, meletakkan tangan di pinggang, sambil menatap mata tajam-tajam)

Aku mengangguk tanda setuju.

“Kita harus mendoakan para pahlawan supaya mereka hidup lagi kan, Bun? Supaya mereka bisa berjuang lagi membela negara kita supaya hidup damai? Betulkan, Bun?”

Ceglukkk... Deziggg..Maksud loh? Tuh, anak kecil aja tau kalo sekarang belon damai...pissss ahhh

NB: PR buat Bunda memberikan jawaban yang tepat dan dimengerti tanpa jadi salah kaprah.

Ada usul?

Dibuat: 9 Juni 2009
Conversation ini terjadi ketika Jaka sering melihat berita di TV tentang Pahlawan Reformasi dan kejadian Trisakti. Bukti kalau anak adalah spons bagi apapun...

BELAJAR MASAK


Menjadi Fasilitator Anak, episode: "BELAJAR MASAK" 

Anak-anakku sudah menunjukkan minat yang sangat besar pada masak-memasak. Banyak teman yang berpandangan nyinyir pada kami. Betapa kami begitu serius menanggapi indikasi tersebut, padahal ketiga anak kami adalah laki-laki. Dimulai dengan menerangkan secara serius jika mereka bertanya (tentu dengan bahasa yang sederhana), langkah selanjutnya adalah membelikan alat masak mainan yang lengkap, mulai dari kompor, panci, penggorengan, pisau dan lainnya yang terbuat dari plastik, jadi mereka bisa’masak’ dengan aman. Dengan itu mereka bisa menduplikasi kebiasaan ibu-bapaknya ketika bekerja di dapur. Karena ketika aku lagi sibuk di dapur, mereka biasanya repot nanya-nanya, sampai kadang ’maksa’ bantuin metikin sayur, ngupas bawang, potong-potong sayur atau apalah. Itu kurang lebih 2 tahun yang lalu, ketika umur anakku 5 dan 4 tahun.

Namun agaknya keingintahuan mereka tidak terpuaskan dengan sekadar mainan. Sekarang mereka memaksaku untuk membiarkan mereka menggoreng telur, memegang mixer, atau mengaduk sayur. Sebagai orang tua aku tahu aku harus membiarkan mereka belajar, tapi agaknya terlalu dini membiarkan mereka masak sendiri.Banyak hal yang belum mereka kuasai yang bisa membahayakan. Jadi pas dapet honor dua bulan lalu aku belikan mereka kompor mini. Kompor beneran dengan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Dan walahh, mereka bahagia sekali bisa makan makanan yang mereka masak sendiri. Mainan zaman dulu yang bisa berguna untuk masa depan anak-anakku.

Ditulis: 9 Juni 2009

Dilema Mendidik Anak


Terlalu banyak belajar dan kurang bermain dapat membuat Perkembangan Anak Terhambat.

Boleh dikatakan anak-anak zaman sekarang hampir tidak punya waktu untuk bermain. Sesudah selesai sekolah, anak masih belajar banyak. Les bahasa asing, matematika, piano, menyanyi atau kesenian lain dan tentunya belajar untuk ulangan atau mengulang pelajaran sekolah. Padahal anak-anak perlu bermain. Permainan meniru orang seperti masak-masakan, dokter-dokteran, atau astronot dan lain sebagainya, sangat penting untuk membantu anak belajar cara berteman dan mengembangkan imajinasi, begitu menurut sebuah studi University of Plymouth.

Grup orang tua mendukung temuan studi ini dan mengingatkan, anak-anak didorong kedalam pendidikan formal pada umur yang terlalu muda. Studi yang diterbitkan Economic and Social Research Council ini menghimbau agar anak-anak diberi banyak waktu untuk bermain di luar ruangan di sekolah.

Studi menyimpulkan, kelas tidak selalu dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak umur 4-5 tahun padahal anak-anak pada usia ini perlu belajar berteman dan menggunakan imjainasi mereka lewat permainan peran. Kurangnya waktu dan tempat, keinginan untuk memberikan berbagai pengajaran, membuat anak tidak punya kesempatan untuk bermain toko-tokoan, bajak laut, dokter-dokteran dan lain sebagainya. Padahal cara pembelajaran terbaik untuk anak-anak usia muda adalah lewat permainan.

Studi menemukan, permainan peran pada anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan Anak perempuan lebih menykai permainan yang berhubungan dengan urusan rumah tangga. Anak laki lebih menyukai permainan aksi seperti menjadi polisi, penjahat atau super hero. Studi menyarankan lebih banyak permainan luar ruangan sehingga anak mempunyai lebih banyak pilihan dalam hal materi, lokasi dan teman bermain.



Comment Emak:

SETUJU!!!!! 

Betul banget, sayangnya kita terbentur pada paradigma bahwa anak zaman sekarang harus lebih maju daripada orang tuanya. Jadi yang dilakukan adalah pembibitan sejak dini, hal itu membuat bangga orang tua.

Walau pun sudah banyak membaca tentang bahayanya mencekoki anak terlalu dini, tapi kadang takut juga anakku menjadi tertinggal di bandingkan teman-temannya yang lain. Tapi mungkin studi diatas sedikit bertolak belakang dengan teori yang mengatakan tentang periode emas pertumbuhan otak anak yang justru pada usia anak sangat dini.

Sebagai ibu yang pernah mempelajari teori tersebut, saya berkesimpulan bahwa untuk mendidik anak maka harus sejak sangat muda, karena daya serapnya masih sangat tinggi. Namun begitu, saya sangat menyadari betapa menderita anakku saat kami memaksakan diri agar anak-anak dapat memuaskan harapan kami yang mungkin terlalu tinggi. Karena banyak anak-anak lain dengan umur yang jauh lebih muda dapat menguasai hal-hal yang luar biasa. 

Jangankan dengan pemain drum berusia 3 tahun, dengan anak yang sudah dapat bernyayi pada nada yang tepat saja, kami sangat iri sekali.
Jadi satu hal yang perlu digaris bawahi oleh setiap orang tua, bahwa perkembangan tiap anak itu berbeda. Minat dan kemauannya juga berlainan. 

Jadi sebagai orang tua, yang bisa kita lakukan adalah memfasilitasi secara maksimal, dengan membuka semua peluang bagi anak untuk menyadari sendiri minat dan ketertarikannya akan sesuatu. Biar dia sendiri yang menentukan mana yang ingin diperdalami. Setelah itu tugas kita adalah membimbingnya agar dapat mencapai kebanggan untuk diri sang anak sendiri, setelah itu otomatis kita pun akan merasa bangga. Bukan hanya karena kemampuannya tapi karena anak kita yang bahagia.


Salam Emak!

Menjerumuskan Anak 1: Kisah dari Imam Al Ghazali


Menjerumuskan Anak 1: Kisah dari Imam Al Ghazali

Sewaktu masih duduk di bangku kuliah saya sempat ikut suatu pengajian yang ‘aneh’. Dalam pengajian yang biasa saya hadiri, ustadz atau ustadzah selalu berusaha menularkan aura positif, kebahagian batin dan kelapangan hati. Anehnya sore itu, sang ‘ustadz’ malah menyinggung perasaan saya karena menghina ayah dan ibu saya. Dia menuduh kedua orang tua kami, para hadirin saat itu, tidak mendidik anak-anak mereka dengan ajaran agama yang baik. Betapa sok tahunya dia itu, bah! Tapi tulisan saya kali ini tidak akan membahas tentang ‘ajaran sesat’ pengajian itu yang saya ingin bicarakan adalah tentang cara mendidik anak dengan tepat. Karena kadang kita underestimate pada anak-anak kita. Selamanya kita menganggap anak-anak kita itu kecil. Akibatnya jiwa mereka ikut kerdil. Kita membonsai mereka justru karena kita terlalu sayang pada mereka.

Imam Al-Ghazali mencontohkan bagaimana orang tua bisa menjerumuskan anak-anak mereka.
Sebuah kisah dari Syaikh Ibnu Zhafar Al-Maki.

Abu Yasid kecil adalah seorang anak yang sangat cerdas. Suatu hari Abu Yasid kecil berhasil menghafalkan Surat Al-Muzammil 1-2, “Hai orang yang berselimut (Muhammad) bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari”. Pada suatu kesempatan ia bertanya kepada bapaknya, untuk siapa sebenarnya ayat tersebut diperuntukkan. Dan ayahnya menjelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan untuk Rasulullah SAW.

Abu Yasid bertanya kembali, “Jika Rasulullah adalah tauladan bagi manusia, mengapa Ayah tidak melakukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?”

Sang ayah hanya tertawa kecil. Setelah terdiam sejenak dia menjelaskan bahwa shalat malam adalah ibadah khusus yang menjadi fardhu bagi Rasulullah, namun tidak bagi umatnya.

Abu Yasid nampak belum puas, namun dia terdiam

Suatu hari kemudian ketika Abu Yasid kecil berhasil menghafal ayat “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam,atau seperdua malam,atau sepertiganya segolongan orang-orang yang bersama kamu.” (Al-Muzamil 20). Ia mendatangi ayahnya dan kembali bertanya. ”O Ayah, aku mendengar bahwa ada orang-orang yang bangun malam, siapakah mereka itu?”

Ayahnya menjawab,”mereka adalah para sahabat”.

Abu Yazid kecil bertanya lagi, “Apakah ada kebaikan jika kita tidak melakukan apa yang dikerjakan Nabi dan para sahabatnya?”

Sang Ayah tertegun, betapa ternyata dia harus diingatkan Allah lewat pertanyaan-pertanyaan anaknya. Sejak malam itu Sang Ayah selalu berusaha melaksanakan shalat malam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah.

Pada suatu malam Abu Yazid kecil terbangun saat sang ayah shalat malam, lalu ia meminta ayahnya untuk mengajarkan cara bersuci dan melaksanakan shalat malam.
Dengan penuh kasih sayang sang Ayah membelai rambut anaknya dan menyuruhnya tidur kembali. “Sudahlah anakku,kamu tidur saja. Kamu masih kecil, nanti saja kalau sudah besar.”

Abu Yazid kecil berkata,”Kalau suatu hari nanti dimana orang-orang ditanya tentang amal-amalannya, maka aku akan menjawab bahwa aku tidak diajari ayahku terntang bersuci dan shalat malam. Karena menurut ayahku aku masih kecil. Ayahku malah menyuruhku tidur kembali. Apakah ayah mau berjanji bahwa ayah akan menjadi saksiku nanti?”

“ Ya Allah, demi Allah Ayah tidak mau.” Akhirnya sang Ayah mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat pada anaknya. Tanpa berfikiran bahwa anaknya itu masih belum memerlukannya. Keinginan yang kuat dari bersumber dari doa orang tuanya, jika kita menghalangi mereka untuk maju, berarti kita juga yang menghalangi doa kita untuk terkabulkan...
 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang