Sabtu, 16 Mei 2009

Whatever It Takes For The Better Indonesia!

Sudah beberapa hari ini Kota Bandung diselimuti spanduk Bertuliskan "say No to boedioNo, Say yes to boedi andoek". Sebegitu pesimisnya kah masyarakat terhadap sosok Gubernur BI tersebut. Apa benar tindakan itu benar-benar aspirasi rakyat kecil (yang suka bingung tentang letak propinsi bank indonesia, kok ada gubernur ga ada daerahnya sih?) atau oknum-oknum partai yang merasa tidak puas akan keputusan SBY.

Di kalangan ekonom, konon B sangat diakui kemumpuniannya. Beliau adalah seorang ilmuwan, akademisi sekaligus praktisi ekonomi. Ingatkah kita tiga tahun yang lalu, ketika nama B mencuat ketika ada pergantian pimpinan BI kala itu. Semua orang underestimate, hampir mirip seperti apa yang tengah terjadi saat ini. Ada yang berkomentar, bahwa seorang wapres tidak melulu mengurusi ekonomi. Jadi tidak perlu seorang ahli ekonomi untuk memegang tampuk wapres. Atau adanya ketidakpuasan partai kanan, yang merasa B tidak mewakili umat dan terlalu menganut paham neoliberalisme dan jauh dari azas kerakyatan.

Dalam pidatonya malam ini, Boediono dinilai oleh 'detik Pemilu' mampu membuktikan sebagai orator ulung, yang memakai kata-kata yang mampu menyihir. Saat ini, SBY berani keluar dari pakem protokoler dalam berpidato, tidak melulu berkutat pada naskah (yang biasanya ditulis orang lain). Apalagi pada pidato malam ini, (katanya) B berpidato tanpa naskah selama 20 menit. Hal ini menunjukkan kesamaan keduanya. Sama-sama orang yang spontan, dengan pikiran dan emosi yang tertata. Bukankah itu salah satu komposisi penting dalam ramuan seorang pemimpin?

Salah satu cara yang digunakan untuk menjatuhkan pamor Boediono, kabarnya adalah lewat keraguan akan nilai religi yang dianutnya. Bayangkan di negara di mana HAM sangat digembar-gembor, masalah transedental antara makhluk dan Tuhannya menjadi komoditas politik. Cukup mengagetkan ketika saya menemukan sebuah berita yang menitik beratkan bahwa Boediono begitu fasih mengucapkan Bismillah, bahkan ucapan "Allah' saja sampai dihitung jumlahnya. Seakan-akan ada keraguan akan 'keislaman' seorang B. Bahkan SBY pun kembali menekankan bahwa B adalah muslim yang lurus. (Memangnya ada yang bengkok?????) Pernyataan ini menurut wartawan tsb adalah upaya untuk menepis anggapan bahwa B adalah muslim abangan. (lah dalahh, saya ngga ngerti apa itu abangan, nonean ada ga?). Memang negara kita ini bukan negara yang menganut paham sekuler, tapi kenapa segala sesuatu harus dikaitkan dengan kepercayaan. Seakan-akan bila tak seiman kita tidak bisa seiring sejalan. Dimana makna Bhineka Tunggal Ika?

Akhirnya, kita doakan dan dukung pemerintah masa depan. Siapapun yang jadi pemenang, berarti itulah yang telah digariskan Tuhan. Jangan habiskan energi kita untuk menjatuhkan, tapi manfaatkan untuk membangun. Hiduplah Indonesia Raya!!!



#sok_sokan #ngamatin_politik

Jumat, 15 Mei 2009

Kontribusi Seorang Karyawati BPS Jawa Barat terhadap Inflasi...

Kinerja ekonomi suatu daerah sampai saat ini masih diukur lewat PDRB-nya. Jawa Barat sejak tahun 2005 mampu menangguk LPE diatas 5 %. Bahkan tahun 2007 LPE-nya mencapai nilai yang fantastis, 6,41 %. 

LPE tanpa migas pada triwulan I 2009 yoy mampu tumbuh sebesar 4,39 %. Ternyata lesunya ekonomi global berpengaruh besar pada kinerja ekonomi Jawa Barat. Hingga tahun ini LPE tidak mampu menempus angka 5 %.

Sektor Industri Pengolahan yang biasanya menjadi kontributor terbesar PDRB Jawa Barat, pada triwulan I 2009 ini justru mengalami penurunan paling besar dibandingkan triwulan IV 2008. Padahal sejatinya Industri Pengolahan identik dengan penyerapan tenaga kerja. Maka tak heran Jawa Barat menjadi salah satu wilayah yang menjadi daerah tujuan para migran, karena faktor penariknya tersebut.
Tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak serta merta menunjukkan keadaan sosio-ekonomi yang baik. Lapangan kerja yang tidak mampu menyerap tenaga kerja mengakibatkan masuknya para migran bisa memperbesar angka pengangguran. 

Jumlah angkatan kerja di Jawa Barat per Februari 2009 sebesar 19,05 juta jiwa atau 63,58 persen dari total penduduk usia kerja. Berarti terjadi pertambahan sebesar 0,63 juta jiwa dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun walaupun penduduk yang memasuki angkatan kerja begitu besar, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2009 justru mangalami kenaikan menjadi 16,79 juta jiwa. Lapangan kerja mampu menyerap 88,15 persen dari total angkatan kerja yang tersedia. Berarti persentase pengangguran turun menjadi 11,85 %. Padahal tahun lalu angka pengangguran mencapai 12,28 persen. 

Saat industri pengolahan melemah, sektor pertanian mampu menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, yaitu mencapai 26,8 persen (4,4 juta jiwa). Agaknya revitalisasi sektor pertanian yang didengungkan pemerintah harus benar-benar dilaksanakan bukan hanya menjadi jargon kampanye saja. Setelah dihantam krisis berulang kali terbukti sektor pertanian menjadi jaringan pengaman sosial ekonomi bagi masyarakat pada umumnya (low educated and low skilled).

Sekali lagi, dalam memotret ekonomi Jawa Barat ternyata tidak melulu melihat LPE-nya, tingkat inflasi juga perlu diperhitungkan. Gini rasio pendapatan penduduk Jawa Barat yang masih besar menunjukkan ternyata besarnya nilai tambah bruto yang terbangun tidak dinikmati secara merata oleh penduduk Jawa Barat. Sistem kebijakan pengaturan upah yang diregulasikan seperti UMR agaknya belum bisa menggenjot perekonomian Jawa Barat. Karena itu sebagian besar penduduk Jawa Barat malah berada pada segitiga terbawah. Dengan kondisi pendapatan riil yang rendah dan nilai konsumsi yang tinggi maka akibatnya adalah timbulnya inflasi. Kalau masyarakat mau mengeluarkan uang lebih banyak daripada nilai produksinya maka harga-harga akan naik. Inilah sumber inflasi Jawa Barat.

Dan sepertinya orang-orang seperti ‘akyu’ inilah penyebab inflasi di Jawa Barat. Besar pasak dari pada tiang.

Hidup PNS! Keajaiban dunia ke-11, dengan anak tiga, gaji minim, bisa idup! Hebatttt... 

Rabu, 13 Mei 2009

Statistic Capacity Building- Change and Reform for Development of Statistic

Heboh STATCAP-CERDAS...

Sebagai bagian mikro BPS yang berada di lini terbawah BPS, ada perasaan campur aduk tentang jargon baru ini. Apakah ini pertanda baik atau Cuma heboh-heboh gitu aja bentar lagi juga anyep.. bahasa sopannya "anget-anget tai ayam".

Tapi namanya manusia kan ga bisa hidup tanpa harapan, jadi seneng-seneng aja lah dengan adanya program ini-itu, dengan prasangka baik bahwa segala sesuatu yang direncanakan oleh pimpinan tentu yang terbaik bagi lembaga dan bagi semua pihak tul ga?

Ga lama abis denger istilah-istilah berbau bule seperti STATCAP-CERDAS, ga lama kemudian denger bird-news* (=istilah Tukul untuk kabar burung, *red) tentang adanya tunjangan kinerja BPS. Truz denger-denger ada hibah dari luar negeri dalam rangka mendukung program tsb... Wah, kayaknya emang STATCAP ini membawa angin segar. Walau biasanya orang kecil kayak aku gini, kecil peluangnya untuk kecipratan yang gitu-gitu...hahahaha.

Baru-baru ini kantor kedatangan serombongan orang (yang ga akan kusebutin asalnya) dengan “label” kegiatan STATCAP tea. Pokoknya mereka dari  institusi non profit, gitu deh. Kecurigaanku malah muncul, karena ternyata proyek yang dikerjakan memutar nilai rupiah yang ga dikit, wah gejala taktik-taktikkan udah jalan nih kayaknya....jadi takut program dalam rangka perubahan BPS in business process reengineering ini kayaknya bakal cuma slogan, yang dimanfaatkan oleh oknum untuk memperkaya segelintir orang dengan tameng organisasi...jadi sedih....

Jadi ingat amanat pimpinan, agar program ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena mencapai sukses adalah harus, kalau tidak hutang pada World Bank akan menjadi tanggungan anak-cucu kita. (hiyyyy seremmmm...ga ikut-ikut ah!!!).


Jadi inget petuah Aa Gym : Mulailah dari yang kecil, mulailah dari diri sendiri, mulailah sekarang! MULAI BERUBAH!!! (kayak power ranger ya...)



Salam Emak!

Rabu, 06 Mei 2009

STRATEGI PEMBANGUNAN, PRO GROWTH? PRO POOR? OR PRO SHARING?

(Kebanyakan landasan teori dan referensi jadi teu pararuguh kieu euy....)

Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Semangat pembangunan yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan di segala bidang secara simultan dan terus menerus, baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. 

Adapun pembangunan ekonomi adalah proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu wilayah. Sebagai alat ukur kinerja perekonomian suatu daerah biasanya menggunakan pertumbuhan ekonomi. Adapun pembangunan ekonomi tak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Sedangkan pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah : 

  • Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
  • Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; 
  • Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal;
  • Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu : Prodiktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan;
  • Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Kakwani et.al (2004) menyatakan bahwa tujuan terpenting dari pembangunan adalah pengurangan kemiskinan. Hal ini dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan atau dengan distribusi pendapatan yang lebih merata. Menurut Bourguignon, terdapat hubungan segitiga antara pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan pendapatan dan kemiskinan, (2004). Sedangkan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan terdapat hubungan dua arah. Pernyataan tersebut membuat para pembuat kebijakan harus menentukan pilihan strategis akibat implikasi kombinasi dari pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan pendapatan dan kemiskinan.

Berbagai program kemiskinan dalam rangka menekan angka kemiskinan dan memperkecil gap pendapatan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, misalnya IDT, KUT, Inpres, BLT dsb. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi adalah engine dari program pengurangan kemiskinan dan pemerataan distribusi pendapatan, karenanya melalui pertumbuhan ekonomi biaya untuk menjalankan program tersebut diperoleh. Mungkin inilah yang mendasari pemerintah untuk terus menerapkan strategi “trickle down effect”, walaupun habis-habisan di kritik para ekonom oposan. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang hubungan ketiga isu tersebut, yaitu:

  1. Apakah pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ketidakmerataan distribusi pendapatan
  2. Apakah pertumbuhan ekonomi menjadi trade off bagi pengurangan kemiskinan
  3. Apakah pertumbuhan ekonomi mengurangi kemiskinan
  4. Apakah pertumbuhan ekonomi lebih banyak memberikan keuntungan kepada penduduk tidak miskin daripada penduduk miskin

Hipotesa yang membahas tentang keterkaitan hal diatas adalah hipotesa Kuznets. Hipotesa yang dikenal dengan Inverted U-curve, yang menyatakan ketidakmeratan pendapatan dalam suatu negara meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, cenderung tidak berubah pada tahap menengah dan terus menurun ketika negara tersebut menjadi sejahtera.

Hipotesa tersebut memiliki asumsi yang sama dengan pendapat Ravenstein. Bahwa dalam suatu perekonomian terdapat dua sektor, yaitu sektor tradisional dan sektor modern. Masing-masing diwakili oleh sektor pertanian dan sektor industri. Sejalan dengan teori tersebut yang menyatakan bahwa sektor tradisonal cenderung memiliki tingkat pendapatan yang rendah serta dengan kesenjangan yang kecil. Sebaliknya sektor modern justru memiliki pendapatan yang besar dan kesenjangan yang besar. Kenyataan bahwa pada kedua sektor tersebut terdapat perbedaan tingkat upah mengakibatkan terjadinya migrasi. Perpindahan penduduk akibat perpindahan tenaga kerja mengakibatkan implikasi ekonomi, yaitu semakin senjangnya pendapatan masyarakat. Namun disisi lain, mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Ekses-ekses inilah perlu disadari oleh pembuat kebijakan, sehingga bisa memfokuskan arah tujuan pembangunan, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan daerah.

Sehingga bisa dikatakan bahwa pesatnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tidak selalu menunjukkan kondisi ekonomi penduduk mengingat distribusi pendapatan yang tidak merata. Banyak ekonom yan menggunakan pendapatan riil perkapita atas dasar harga konstan sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi, bukannya rata-rata konsumsi per kapita. Menurut Adams(2004) jika menggunakan rata-rata konsumsi per kapita elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi akan underestimate.

Hingga tahun 1997, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan performa yang memuaskan. World Bank pada tahun 1993 memasukkan Indonesia dalam kategori Newly Industrializing Economies (NIEs), sejajar dengan Thailand dan Malaysia. Saat itu, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto mencapai rata-rata tujuh persen per tahun. Inflasi yang stabil dan terkendali. Bahkan pendapatan per-kapita penduduk meningkat dari USD 100 pada tahun 1970 menjadi USD 1.014 pada tahun 1996. Hal ini konsisten dengan penurunan penduduk miskin pada periode yang sama yakni dari 60 persen menjadi 11 persen.

Berdasarkan kontribusi sektor terhadap PDB, ternyata sektor industri dan sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian Indonesia. Di Pulau Jawa bahkan, sektor industri mendominasi pembentukan nilai tambah brutonya. Menurut klasifikasi UNIDO, saat ini beberapa propinsi di Pulau Jawa tengah berada pada tahap industrialisi karena sektor industri pengolahan memberi share 20 persen pada PDRB-nya. Semoga kenyataan tersebut diikuti juga oleh penurunan angka kemiskinan. Namun pada akhirnya perlu disadari bahwa tidak semua pihak bisa terpuaskan, karena untuk mengejar strategi SBY dengan pro poor, pro growth dan pro job, pemerataan harus tergadaikan....





Note:
Tulisan belum beres ya sodara-sodara, keburu ngantukkkk..
Pada saat-saat seperti ini, gunakanlah prinsip, "selesai-tidak selesai, kumpulkan!"

Salam Emak!

Ada yang mau nambahin??? kayaknya endingnya ga 'glek ya...tapi udah keabisan ide nih xixixi
 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang