Rabu, 06 Mei 2009

STRATEGI PEMBANGUNAN, PRO GROWTH? PRO POOR? OR PRO SHARING?

(Kebanyakan landasan teori dan referensi jadi teu pararuguh kieu euy....)

Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Semangat pembangunan yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan di segala bidang secara simultan dan terus menerus, baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. 

Adapun pembangunan ekonomi adalah proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu wilayah. Sebagai alat ukur kinerja perekonomian suatu daerah biasanya menggunakan pertumbuhan ekonomi. Adapun pembangunan ekonomi tak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Sedangkan pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah : 

  • Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
  • Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; 
  • Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal;
  • Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu : Prodiktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan;
  • Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Kakwani et.al (2004) menyatakan bahwa tujuan terpenting dari pembangunan adalah pengurangan kemiskinan. Hal ini dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan atau dengan distribusi pendapatan yang lebih merata. Menurut Bourguignon, terdapat hubungan segitiga antara pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan pendapatan dan kemiskinan, (2004). Sedangkan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan terdapat hubungan dua arah. Pernyataan tersebut membuat para pembuat kebijakan harus menentukan pilihan strategis akibat implikasi kombinasi dari pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan pendapatan dan kemiskinan.

Berbagai program kemiskinan dalam rangka menekan angka kemiskinan dan memperkecil gap pendapatan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, misalnya IDT, KUT, Inpres, BLT dsb. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi adalah engine dari program pengurangan kemiskinan dan pemerataan distribusi pendapatan, karenanya melalui pertumbuhan ekonomi biaya untuk menjalankan program tersebut diperoleh. Mungkin inilah yang mendasari pemerintah untuk terus menerapkan strategi “trickle down effect”, walaupun habis-habisan di kritik para ekonom oposan. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang hubungan ketiga isu tersebut, yaitu:

  1. Apakah pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ketidakmerataan distribusi pendapatan
  2. Apakah pertumbuhan ekonomi menjadi trade off bagi pengurangan kemiskinan
  3. Apakah pertumbuhan ekonomi mengurangi kemiskinan
  4. Apakah pertumbuhan ekonomi lebih banyak memberikan keuntungan kepada penduduk tidak miskin daripada penduduk miskin

Hipotesa yang membahas tentang keterkaitan hal diatas adalah hipotesa Kuznets. Hipotesa yang dikenal dengan Inverted U-curve, yang menyatakan ketidakmeratan pendapatan dalam suatu negara meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, cenderung tidak berubah pada tahap menengah dan terus menurun ketika negara tersebut menjadi sejahtera.

Hipotesa tersebut memiliki asumsi yang sama dengan pendapat Ravenstein. Bahwa dalam suatu perekonomian terdapat dua sektor, yaitu sektor tradisional dan sektor modern. Masing-masing diwakili oleh sektor pertanian dan sektor industri. Sejalan dengan teori tersebut yang menyatakan bahwa sektor tradisonal cenderung memiliki tingkat pendapatan yang rendah serta dengan kesenjangan yang kecil. Sebaliknya sektor modern justru memiliki pendapatan yang besar dan kesenjangan yang besar. Kenyataan bahwa pada kedua sektor tersebut terdapat perbedaan tingkat upah mengakibatkan terjadinya migrasi. Perpindahan penduduk akibat perpindahan tenaga kerja mengakibatkan implikasi ekonomi, yaitu semakin senjangnya pendapatan masyarakat. Namun disisi lain, mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Ekses-ekses inilah perlu disadari oleh pembuat kebijakan, sehingga bisa memfokuskan arah tujuan pembangunan, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan daerah.

Sehingga bisa dikatakan bahwa pesatnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tidak selalu menunjukkan kondisi ekonomi penduduk mengingat distribusi pendapatan yang tidak merata. Banyak ekonom yan menggunakan pendapatan riil perkapita atas dasar harga konstan sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi, bukannya rata-rata konsumsi per kapita. Menurut Adams(2004) jika menggunakan rata-rata konsumsi per kapita elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi akan underestimate.

Hingga tahun 1997, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan performa yang memuaskan. World Bank pada tahun 1993 memasukkan Indonesia dalam kategori Newly Industrializing Economies (NIEs), sejajar dengan Thailand dan Malaysia. Saat itu, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto mencapai rata-rata tujuh persen per tahun. Inflasi yang stabil dan terkendali. Bahkan pendapatan per-kapita penduduk meningkat dari USD 100 pada tahun 1970 menjadi USD 1.014 pada tahun 1996. Hal ini konsisten dengan penurunan penduduk miskin pada periode yang sama yakni dari 60 persen menjadi 11 persen.

Berdasarkan kontribusi sektor terhadap PDB, ternyata sektor industri dan sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian Indonesia. Di Pulau Jawa bahkan, sektor industri mendominasi pembentukan nilai tambah brutonya. Menurut klasifikasi UNIDO, saat ini beberapa propinsi di Pulau Jawa tengah berada pada tahap industrialisi karena sektor industri pengolahan memberi share 20 persen pada PDRB-nya. Semoga kenyataan tersebut diikuti juga oleh penurunan angka kemiskinan. Namun pada akhirnya perlu disadari bahwa tidak semua pihak bisa terpuaskan, karena untuk mengejar strategi SBY dengan pro poor, pro growth dan pro job, pemerataan harus tergadaikan....





Note:
Tulisan belum beres ya sodara-sodara, keburu ngantukkkk..
Pada saat-saat seperti ini, gunakanlah prinsip, "selesai-tidak selesai, kumpulkan!"

Salam Emak!

Ada yang mau nambahin??? kayaknya endingnya ga 'glek ya...tapi udah keabisan ide nih xixixi

0 komentar:

Posting Komentar

 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang