Minggu, 08 Desember 2013

Pergulatan Batin Sepulang Statistics Capacity Building-Kuningan

WARNING!
Content tidak ada hubungannya dengan statistik.
Tapi jelas Capacity Buildingnya berhasil...wish you luck


We are given life, but how to live is our choice.
Sedih atau bahagia.
Perjuangan atau akhir…

Agaknya sulit memoriku mengingat suatu waktu dimana aku tidak mengeluh.
Bahkan disaat yang paling bahagiapun aku mengeluh.

Saat Ijab Kabul dimana semua orang memandangi kami dengan penuh haru dalam kesyahduan. Aku mengeluhkan kakiku yang kesemutan karena duduk dalam posisi tidak nyaman dan dengan pakaian yang tidak nyaman. Semua itu adalah sesuatu yang harus kubayar demi untuk mendapatkan kesyahduan itu.

BIla disaat paling berbahagia seperti itu saja aku mengeluh, lalu bagaimana lagi jika aku merasa dalam kesusahan. Tak jarang aku merasa seperti Hamdan ATT sebagai orang termalang di dunia. Padahal harusnya ku ingat Caca Handika si pelantun dangdut ”angka satu” itu, sepertinya dia lebih menderita lagi dari pada Hamdan ATT (hadeuhhh  ngelanturnya kepanjangan..hehe).

Jika sedang merasa susah, lupalah aku dengan orang-orang di Afganistan yang terkungkung perang selama puluhan tahun, lupalah aku ada orang-orang NTT yang kesusahan mendapatkan air bersih, lupalah aku pada saudara-saudara di sekitar gunung Sinabung yang terus dihantui rasa was-was (cieeee).

Akhirnya aku harus memilih.

Sedih atau bahagia adalah satu koin mata uang dengan dua sisi. Dari sisi mana aku mau melihatnya.
Keputusan untuk memilih itu muncul dalam perjalanan pulang dari Terminal Leuwi Panjang ke Antapani, rumahku. Sepulang dari Kuningan dengan perjananan dari jam 9 pagi, tiba di Leuwi Panjang pukul 5.30 sore.  Hujan menjawab janjinya setelah menggantung awan mendung sedari siang. Cukup deras. Dan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah pemilik semesta alam. Hujan yang berharga bagi para petani itu jatuh justru disaat aku mengharap ujan itu tetap tergantung di langit mendung.

Maghrib hampir menjelang saat ku tiba di terminal. Hujan yang tadinya hanya setetes-setetes penuh ragu tiba-tiba menderu saat kakiku menginjakkan kaki di terminal. Belum sempat ku keluarkan jas hujan dari dalam jok motor,  hujan mengguyur dengan lebat. Syukurlah tasku sedikit tahan air. Kekhawatiran sedikit meruak mengingat tas hijau ini isinya laptop baru( wwkkk). Aku tidak yakin seberapa kuat dia menahan derasnya hujan. Innalillahi, bisik hatiku menguatkan. Semua yang berasal dari Allah akan kembali juga padanya. Aku tidak ingin sedikit harta menjadi beban hatiku. Aku bertawakal.

Alhamdulillah, kembali ku sampaikan syukurku ke hadirat Ilahi, karena ditengah guyuran hujan yang makin mendera itu, motorku tak bisa kukeluarkan karena terlalu mevet (kata orang sunda mah mepet). It stuck!

No!, sergahku. Ini bukan saatnya untuk menyerah. Aku berusaha melapangkan hati dari sempitnya pikiran. Aku ingat quote-nya Nelson Mandela: “What doesn't kill you makes you stronger” (halahhh, lagi ujan sempet-sempetnya inget quote-quote-an..hehe). And of course, this kind of situation, not even close to kill me!  Yeahh, Alhamdulillah pertolongan datang dari yang Maha Pengasih. Seseorang datang, dan tanpa ragu aku memintanya membantuku.

Alhamdulillah ya Allah. Ku panjatkan syukurku padamu karena ternyata si Shogun yang sudah nangkring di terminal selama 5 hari itu tidak mau nyala. Otakku mulai berputar mengira-ngira bengkel motor terdekat. Sebenarnya Si Shogun ini bukan untuk pertama kalinya ngadat dan ngambek tidak mau nyala. Jadi aku tidak terlalu pesimis dia akan benar-benar nyala. (maksudnya aku tidak akan kaget kalo dia benar-benar tidak nyala. Bingung kan bahasa gue!)

Maghrib agaknya sudah tiba. Adzan berkumandang menandai waktu sholat. Di saat maghrib seperti ini pastinya bengkel-bengkel sudah tutup. Otakku menyusun beberapa skenario jika akhirnya si Shogun benar-benar mogok. Sepertinya aku harus meninggalkan dia sampai besok hari. Hmmm mataku berputar membayangkan: Leuwi Panjang-Antapani itu seperti… ujung bandung timur dan ujung barat. Kembali hatiku mengingatkan untuk tidak merusak segala syukur yang sudah memenuhi hatiku. Selama masih bandung…no problemo!

Masih di tengah hujan yang menderas, aku menebus helm yang masih tertengger di penitipan. Dan tanpa diduga Allah mengirimkan malaikat-Nya padaku. Ia melihat kegalauanku saat men-starter motor. “Neng, kalau cara seperti itu motornya ga akan nyala, banjir bensinnya!” ujarnya dengan nada yakin.

Aku hanya tersenyum kecut. Ra ngerti, ra weruh, jawabku dalam hati. Namun tanganku membiarkan kunci motor beralih ke tangannya.

Di tengah hujan itu pula sang malaikat membantuku dengan segala daya upayanya di tengah hujan. Badannya yang hanya ditutupi selembar plastik, tampak basak kuyup. Hingga motor itu mengeluarkan aumannya yang kencang dan asapnya yang mengepul, aku melonjak kegirangan seperti anak kecil baru dapat lolipop. Alhamdulillah ya Allah, berarti aku bisa pulang dengan mengendarai si shogun merah. (Sebenernya yang bikin aku kegirangan karena si abang manggil aku eneng..berarti aku keliatan masih eneng-eneng hahaha).

Uang puluhan ribu kurasa tidak cukup untuk membalas kebaikan malaikat itu. Tapi itu kuanggap sedikit salam untuk anak dan istrinya di rumah. Aku yakin keikhlasan seseorang berasal dari kebahagiaan yang dia bawa dari rumahnya. Anak istri yang telah merelakan sang Malaikat terbang menebarkan kebajikannya di luar rumah, untuk menolong orang-orang seperti aku.

Lantunan puji tidak pernah lepas dari mulutku. Ditengah hujan yang tak kunjung reda, laju motor ku pacu dikecepatan 40-80 km/jam. Maklum jalur yang kulewati Jalan Soekarno-Hatta, jalur bypass-nya Bandung. Kendaraan yang dipacu dibawah kecepatan itu bisa-bisa habis diklakson orang. Dengan mata minus 2 yang tidak mungkin pakai kacamata disaat seperti ini, aku tidak bisa membiarkan kaca penutup helm tertutup.
Malam yang gelap, karena hari sudah menjelang isya. Berbahaya jika aku nekat pasang kaca helm. Alhamdulillah air hujan itu cukup membuat wajahku terasa sedang diakupressure (mudah-mudahan setelah ini mukaku kembali kencang seperti eneng-eneng..hehe). Kembali kuingatkan hatiku bahwa semua ini tidak akan berhasil membuatku merasa menderita. Sehingga walau ketika kemacetan terjadi di perempatan Buah Batu yang memakan waktu hampir 20 menit, kalimat syukur selalu kulantunkan dalam hatiku. Hmmm, betapa indahnya, betapa nikmatnya. Aku membayangkan semua ini hanya akan mengantarkanku pada kenikmatan dan kebahagiaan yang kucapai.

Ini bukan penderitaan tapi ini adalah perjuangan. Perjuangan itu harus dilakukan jika kita mau menang. Jika aku berteduh tanpa tahu kapan hujan kan reda, tandanya aku menyerah, dan menunda untuk berjuang. Jika aku menundanya berarti kemenanganku juga akan tertunda. Semakin lama aku menunda semakin lama pula aku bisa memeluk anak-anak, dan kehilangan waktu mereka sebelum tidur. Semakin lama pula badanku dalam kedinginan dan kebasahan.

Rumah, anak-anak, dan air hangat adalah motivasi terkuat untukku memacu si shogun, walau entah sudah berapa cc air hujan yang masuk ke dalam tenggorokanku. Dan entah berapa kali mobil dengan kecepatan tinggi menyiprati genangan air  ke mukaku. Alhamdulillah. Orang-orang banyak yang mengeluarkan uang berjuta-juta untuk menikmati petualangan seperti ini. Dan aku mendapatkannya g-r-a-t-i-s. What a moment!

Saat sesuatu kita anggap sebagai perjuangan dan kita tahu apa yang kita perjuangkan ternyata rasanya nikmat sekali, kawan. Setidaknya itu adalah pilihan. Walaupun aku bisa mencari seseorang atau sesuatu untuk kujadikan kambing hitam. Tapi buat apa? Apakah si kambing hitam akan membuat penderitaan menjadi lebih mudah?.

And guess what i did when i arrive?
memeluk anak-anak erattttt,
mandi air hangat,
dan bermain sejenak.
hingga akhirnya ku tertidur dalam nikmat.

Semua itu hadiah-Mu ya Allah!

Penderitaan? Itu bukan penderitaan, itu adalah perjalanan penuh petualangan yang mewarnai hari ku dan memperkaya batin ku.

Rasanya ada satu pencerahan dalam hatiku:


We feel alive when we happy. And we know we are blessed and happy after we thru a challenging journey!

Selamat menikmati petualangan kawan, and be HAPPY!

*hasil perenungan 1.30" dalam perjalanan pulang.
6 Desember 2013

0 komentar:

Posting Komentar

 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang