Sabtu, 14 Desember 2013

Teman-Teman yang Aneh



Banyak orang  yang mengatakan bahwa saya memiliki sebuah kelebihan yang menarik. Salahsatunya adalah kemampuan saya menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang yang mereka sebut ‘aneh’.  Aneh disini bisa berarti banyak hal, namun pada intinya mereka yang berpredikat aneh adalah mereka yang tidak ‘mudah’ untuk dijadikan teman. Bisa jadi, karena mereka terlalu tertutup atau mereka terlalu ‘menyebalkan’. Menariknya, ujar mereka, saya mampu berteman dengan orang-orang yang mereka anggap menyebalkan itu. 

Pernyataan teman saya membuat saya menjadi berpikir, masak iya sih?

Menurut prognosis teman-teman, kemungkinan besar aku ‘klik’ karena aku juga termasuk kategori orang ‘aneh’, sama seperti mereka: ‘bunch of gigs’ hahha…
Bisa jadi, bisa jadi…

 But, step back.
Let me think about it!

Yuk, kiat bedah satu persatu beberapa teman yang mereka anggap aneh:

1.       Seorang teman yang selalu tersenyum, menebarkan pujian, selalu bersikap ramah dan hangat. Saya benar-benar tidak habis pikir, kenapa semua orang yang mengenalnya begitu illfeel. Menurut saya dia adalah seorang yang  berpikir terbuka dan jujur. Kenyataan bahwa kejujuran itu menyakitkan, anak kecil juga tahu. Saya lebih suka orang berkata apa adanya daripada mengembel-embeli maksud dengan kiasan atau sindiran. Orang yang jujur lebih mudah dipahami, ketika ia memuji berarti dia benar-benar memuji, ketika dia menghina, berarti itu memang pantas untuk dihina.  Saya agak aneh, kenapa orang yang  suka memuji dan mengkritik tidak lebih  daripada orang  yang  tidak pernah memuji, hanya bisa mengkritik…hehe.

2.       Seorang  teman yang terlalu protektif pada dirinya sendiri. Orang ini menjadi manipulative, dan tertutup. Siasat saya untuk teman seperti ini adalah, mendengarkan, tidak banyak bertanya, mendorong dia melakukan hal se-positif mungkin. Dia tidak punya teman, saya sangat kasihan padanya untuk itu. Jadi, saya memilih untuk menjadi temannya, ada saat dia butuhkan. Teman seperti ini akan mencurahkan cinta dan kasihsayang tertulusnya untuk kita. Dan saya menikmati ketulusan itu.


3.       Seorang  teman dengan segudang pengalaman, dikenal banyak orang. Dia punya sayap yang sangat lebar jika dibentangkan. Lebih lebar bahkan dari bos kantor sekalipun. Dan saya mencoba mencari sumber masalahnya, kenapa semua orang membencinya:
Apakah dia bau badan? Tidak!
Apakah dia kurang cantik? Tidak! Malah bisa dibilang, salah satu sumber ketenarannya yang kecantikannya itu.
Lalu apa?
Ternyata, justru segala kelebihan yang dimilikinya adalah sumber masalah.
Kelebihannya:
1. Networking yang luas
2. Kelebihan fisik diatas rata-rata
3. Idenya yang sangat banyak
4. Berpikir out of the box
5. Pandai bersilat lidah
Lho, jadi apa masalahnya? Apa teman-teman yang lain tidak menyukainya karena dia terlalu menyedot perhatian sampai tak tersisa buat yang lain? Atau performance-nya membuat orang merasa kerdil?
Tidak!
Semua kelebihannya itu menjadi kelemahan karena dia tidak mampu menempatkannya dengan tepat, dan tidak mengkombinasikan semua itu dengan tanggung jawab.
Dia melempar ide-ide menarik lalu meminta feedback, langsung bergerak mencari cara agar idenya terlaksana APAPUN bayarannya. Sayangnya dia mengabaikan tugas utamanya, menelantarkan anak buahnya. Dia terlalu sibuk menanam kangkung buat lauk makan nasi, tapi dia lupa menanam padi (halahhh, berfilsafat lagi!!).

Saya termasuk orang yang tidak sepaham dengan cara kerjanya. Tapi karena saya sahabatnya, maka saya lebih leluasa untuk menegurnya. Saya suka berteman dengan dia karena saya paham tentang semua gejolak dan semangatnya yang berkobar-kobar. Saya bisa menangkap visinya dan saya senang membantunya mencapai visi itu. Sayangnya, seringkali dia melemparkan tanggungjawab teknisnya di pundak saya..haha. Untungnya sejauh ini saya tidak pernah merasa dirugikan.

4.       The last but not the least. Seorang teman yang sangat popular ke-“menyebalkan”-annya  sampai seantero negeri. It’s not a bullshit, I mean it! Tapi, kalau mereka mencoba menerima tingkahnya tanpa pretensi, menurut saya tidak semua salah tentang tingkah lakunya. Saya berkata demikian bukan tanpa proses. Saat saya tidak mengenalnya dekat, saya hanya meng-gugu saat orang mendikte saya bahwa dia menyebalkan. Tapi saat saya mengenalnya dekat, saya dapat melihat kecerdasan yang menjadi sumber ke’berisikan’nya. Saya juga bisa melihat bahwa dia bisa termasul life-work balance persona. Dia membuktikan produktivitas yang tinggi, instead of OMDO. Dia bisa menjadi sangat hangat dan bertanggung jawab, dan penuh perhatian. Dan saya kira saya nyaman berteman dengannya.

Kalau diuraikan begini, saya merasa beruntung untuk mengenal  mereka. Bergaul dengan mereka memperkaya hati saya.

Kita tidak akan tahu kelebihan seseorang jika kita tidak mencoba mengenalnya dari dekat.

PS:
It’s not easy making friends, but it’s easier to be friendly. 

 

Kurikulum Kehidupan



CHAPTER: MENGENAL DIRI

Menjadi orangtua adalah kurikulum hebat yang disiapkan Allah untuk mendewasakan manusia. Hebatnya lagi kurikulum itu unik untuk setiap manusia. Di setiap chapter-nya kita diberi pilihan-pilihan tidak terbatas, dan menghasilkan kombinasi implikasi yang tidak terbatas pula. 

Bagi sebagian orang memiliki 3 orang anak laki-laki bukan suatu yang luar biasa. Bahkan seseorang yang aku kenal, punya 12 orang anak laki-laki dan perempuan. Subhanallah!

Tapi yang ingin aku bahas disini bukan tentang jumlah anak, tapi tentang keunikan setiap anak. Tentang sebuah konsekuensi memiliki anak yang lebih banyak : membutuhkan energy yang lebih banyak! 

Aku punya 3 anak laki-laki: Jaka, Dika, dan Raka. 

Mereka punya sifat yang unik. Ada sifat yang kental melekat pada mereka, dan lucunya kadang aku mengenali sifat-sifat itu. Sebagian kecil persis seperti kami, ibunya-atau- ayahnya…Hehe, lucu karena jika itu sifat kami yang buruk, mulut rasanya malu untuk menegur. Harusnya kami menegur diri kami sendiri bukan?
 
Dari 3 anak ini yang terlihat bakat dan minatnya adalah anak-ku yang ke-2. Jadi mitos bahwa anak ke-2 adalah anak yang paling invisible tidak berlaku dalam keluarga kecil kami. Dika adalah pusat perhatian! Dimanapun dia berada. Bukan karena suaranya yang seperti harimau saat dia mengamuk. Bukan karena sifat keras kepalanya. Tapi, entah mengapa dia memang bisa membuat kami memberikan perhatian padanya, baik itu sukarela atau terpaksa, hee.

Dia anak yang cerdas, cepat melahap buku, cepat menganalisa suatu masalah, kreatif dan tahan berlama-lama di depan computer. Sebagai orang tua aku berusaha memfasilitasi Dika. Tak terhitung gadget yang kami siapkan untuk mendukung aktivitas Dika. Keyboard(music), kamera, new PC  dan berbagai software, mulai dari photoshop, game maker, flash animator, comic factory….you named it! Bahkan Ayah menghadiahi Dika Samsung- Iphone 4s, sepulangnya dari Thailand.  (Bunda langsung pingsan!)

Oke, uang bisa dicari. Katakanlah semua itu investasi untuk masa depan Dika. Lalu bagaimana dengan Jaka dan Raka? Kok yang difasilitasi hanya Dika?  Memang, sepertinya Jaka dan Raka tidak meributkannya dan dan tidak terlihat iri pada perlakuan kami pada Dika.Tapi sebagai seorang ibu yang ingin berbuat adil pada anak-anaknya, aku HARUS mulai berpikir. Apa yang bisa aku berikan untuk Jaka dan Raka. Maka, aku pun mulai memantau mereka dengan sungguh-sungguh. Mmhhhh, apa ya? 

Jaka…senangnya mengetuk-ngetuk semua benda disekelilingnya, tatalu orang Sunda bilang. Maka, aku jebloskan dia kelas drum Elfa Secoria dengan perjanjian tidak tatalu sembarangan. 

Alhamdulillah, dia tidak tatalu seenaknya lagi sekarang. Tapi aku tidak yakin itu cukup. Aku ingat sejak balita, Jaka senang bermain lego, melakukan hal-hal detail yang memerlukan ketekunan. Maka, kucemplungkan juga dia di les robotic. Sayangnya, aku masih penasaran dan aku mencoba bicara dengannya dari hati-ke-hati. Aku bertanya apa yang sebenarnya dia inginkan. Tidak ada jawaban. Dia merasa cukup dengan yang dimilikinya saat ini. Bahkan ketika ku tanya mau masuk SMP mana, dia menjawab: “gimana nilai UANnya aja Bun, cukupnya masuk mana.”

“Piuhhhh” aku hanya menghela keringat di kening. Unbelievable. Apa jaman yang sudah berubah atau factor perbedaan kematangan berpikir antara laki-laki dan perempuan? Seingatku, waktu kelas 6 dulu aku punya SMP idaman. Kok, anakku ini tidak begitu ya? Apa ini salah kami, orangtuanya, yang tidak pernah mengajarkan mereka mengejar target? Apa sekolah tidak memberi mereka cukup motivasi? Entah siapa yang harus disalahkan  untuk ini.

Eittt…mulai cari kambing hitam lagi nih. “Ayo cari solusi, Bun! ”teriak hati kecilku.

Yap, cari solusi! Aku jadi teringat obrolanku dengan Mas Teuku. Dia cerita tentang perubahan pola asuh yang dilakukannya setelah tes sidik jari. Kenapa aku tidak mencobanya? Setelah browsing-browsing, aku kontak konsultan sidik jarinya dan aku menantangnya untuk datang besok harinya. Tomorrow or never! Hahaha… sound dare, ya?

Alhamdulillah, konsultannya tepati janji dengan very much ontime (you got my thumb, akhi!). Dan berkat keikhlasannya dia mendapatkan 5 orang pasien hari ini. Jaka, Dika, Raka, Aku dan Mamaku! Tiap orang hanya Rp. 300.000,-. Mahal atau murah?

Bisa mahal, bisa murah.

Mahal , kalau hitungannya lembaran uang yang berpindah tangan. Setengah gajiku sebulan kini sudah menjadi hak orang lain.
Murah, kalau itu adalah kertas yang ditukar dengan Ilmu yang dipelajari puluhan tahun dengan penuh passion, dengan keinginan membantu manusia mengenali dirinya secara ilmiah.
Dan aku memilih  yang kedua: Super Duper MURAH!
Kenapa?
Ini adalah testimoniku:
1.       Aku salah!
2.       Akhirnya aku paham!

Salah?  Aku kira aku sudah mengenali salah satu anakku, Dika. Aku hanya butuh jawaban untuk dua anakku yang lain. Ternyata, penilaianku tentang Dika salah. Apa yang kukira kekuatan terbesarnya, ternyata bukan kekuatan terbesarnya. Apa yang kukira hanya sekedar bonus atau nilai tambah, justru itu kekuatan terbesarnya.

Paham? Ya, karena sekarang aku paham kenapa Jaka begini, kenapa Dika begitu, kenapa Raka beginu (antara begitu dan begini, maksudnya..hehe), kenapa Aku begono, kenapa Mama-ku begana (kehabisan kreativitas nih..hehe).

Kami semua tertawa geli dan mengalami wowing moment at that time. Kami saling memandang dan terangguk-angguk, saat konsultannya menerangkan hasil tes kami.

Well, dari panjang lebar ceritaku yang membosankan diatas aku Cuma mau bilang:
Aku kira aku mengenal kelebihan dan kelemahan mereka. Padahal aku bahkan belum terlalu mencoba mengenali kekuatanku dan kelemahan ku sendiri.  Kita harus mengakui bahwa kita perlu bantuan untuk mengenali diri kita sendiri.

Sometimes we AFRAID to face the mirror, when we THINK that we are not good looking.
But if you never mirrored, then you never know that you are BEAUTIFUL!

PS:
It’s never too late to know what you really are. So don’t be ashamed  to have your fingerprint test.
My advice: Do it ASAP!
Then tell me what A-ha moment you got!

 

Minggu, 08 Desember 2013

Pergulatan Batin Sepulang Statistics Capacity Building-Kuningan

WARNING!
Content tidak ada hubungannya dengan statistik.
Tapi jelas Capacity Buildingnya berhasil...wish you luck


We are given life, but how to live is our choice.
Sedih atau bahagia.
Perjuangan atau akhir…

Agaknya sulit memoriku mengingat suatu waktu dimana aku tidak mengeluh.
Bahkan disaat yang paling bahagiapun aku mengeluh.

Saat Ijab Kabul dimana semua orang memandangi kami dengan penuh haru dalam kesyahduan. Aku mengeluhkan kakiku yang kesemutan karena duduk dalam posisi tidak nyaman dan dengan pakaian yang tidak nyaman. Semua itu adalah sesuatu yang harus kubayar demi untuk mendapatkan kesyahduan itu.

BIla disaat paling berbahagia seperti itu saja aku mengeluh, lalu bagaimana lagi jika aku merasa dalam kesusahan. Tak jarang aku merasa seperti Hamdan ATT sebagai orang termalang di dunia. Padahal harusnya ku ingat Caca Handika si pelantun dangdut ”angka satu” itu, sepertinya dia lebih menderita lagi dari pada Hamdan ATT (hadeuhhh  ngelanturnya kepanjangan..hehe).

Jika sedang merasa susah, lupalah aku dengan orang-orang di Afganistan yang terkungkung perang selama puluhan tahun, lupalah aku ada orang-orang NTT yang kesusahan mendapatkan air bersih, lupalah aku pada saudara-saudara di sekitar gunung Sinabung yang terus dihantui rasa was-was (cieeee).

Akhirnya aku harus memilih.

Sedih atau bahagia adalah satu koin mata uang dengan dua sisi. Dari sisi mana aku mau melihatnya.
Keputusan untuk memilih itu muncul dalam perjalanan pulang dari Terminal Leuwi Panjang ke Antapani, rumahku. Sepulang dari Kuningan dengan perjananan dari jam 9 pagi, tiba di Leuwi Panjang pukul 5.30 sore.  Hujan menjawab janjinya setelah menggantung awan mendung sedari siang. Cukup deras. Dan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah pemilik semesta alam. Hujan yang berharga bagi para petani itu jatuh justru disaat aku mengharap ujan itu tetap tergantung di langit mendung.

Maghrib hampir menjelang saat ku tiba di terminal. Hujan yang tadinya hanya setetes-setetes penuh ragu tiba-tiba menderu saat kakiku menginjakkan kaki di terminal. Belum sempat ku keluarkan jas hujan dari dalam jok motor,  hujan mengguyur dengan lebat. Syukurlah tasku sedikit tahan air. Kekhawatiran sedikit meruak mengingat tas hijau ini isinya laptop baru( wwkkk). Aku tidak yakin seberapa kuat dia menahan derasnya hujan. Innalillahi, bisik hatiku menguatkan. Semua yang berasal dari Allah akan kembali juga padanya. Aku tidak ingin sedikit harta menjadi beban hatiku. Aku bertawakal.

Alhamdulillah, kembali ku sampaikan syukurku ke hadirat Ilahi, karena ditengah guyuran hujan yang makin mendera itu, motorku tak bisa kukeluarkan karena terlalu mevet (kata orang sunda mah mepet). It stuck!

No!, sergahku. Ini bukan saatnya untuk menyerah. Aku berusaha melapangkan hati dari sempitnya pikiran. Aku ingat quote-nya Nelson Mandela: “What doesn't kill you makes you stronger” (halahhh, lagi ujan sempet-sempetnya inget quote-quote-an..hehe). And of course, this kind of situation, not even close to kill me!  Yeahh, Alhamdulillah pertolongan datang dari yang Maha Pengasih. Seseorang datang, dan tanpa ragu aku memintanya membantuku.

Alhamdulillah ya Allah. Ku panjatkan syukurku padamu karena ternyata si Shogun yang sudah nangkring di terminal selama 5 hari itu tidak mau nyala. Otakku mulai berputar mengira-ngira bengkel motor terdekat. Sebenarnya Si Shogun ini bukan untuk pertama kalinya ngadat dan ngambek tidak mau nyala. Jadi aku tidak terlalu pesimis dia akan benar-benar nyala. (maksudnya aku tidak akan kaget kalo dia benar-benar tidak nyala. Bingung kan bahasa gue!)

Maghrib agaknya sudah tiba. Adzan berkumandang menandai waktu sholat. Di saat maghrib seperti ini pastinya bengkel-bengkel sudah tutup. Otakku menyusun beberapa skenario jika akhirnya si Shogun benar-benar mogok. Sepertinya aku harus meninggalkan dia sampai besok hari. Hmmm mataku berputar membayangkan: Leuwi Panjang-Antapani itu seperti… ujung bandung timur dan ujung barat. Kembali hatiku mengingatkan untuk tidak merusak segala syukur yang sudah memenuhi hatiku. Selama masih bandung…no problemo!

Masih di tengah hujan yang menderas, aku menebus helm yang masih tertengger di penitipan. Dan tanpa diduga Allah mengirimkan malaikat-Nya padaku. Ia melihat kegalauanku saat men-starter motor. “Neng, kalau cara seperti itu motornya ga akan nyala, banjir bensinnya!” ujarnya dengan nada yakin.

Aku hanya tersenyum kecut. Ra ngerti, ra weruh, jawabku dalam hati. Namun tanganku membiarkan kunci motor beralih ke tangannya.

Di tengah hujan itu pula sang malaikat membantuku dengan segala daya upayanya di tengah hujan. Badannya yang hanya ditutupi selembar plastik, tampak basak kuyup. Hingga motor itu mengeluarkan aumannya yang kencang dan asapnya yang mengepul, aku melonjak kegirangan seperti anak kecil baru dapat lolipop. Alhamdulillah ya Allah, berarti aku bisa pulang dengan mengendarai si shogun merah. (Sebenernya yang bikin aku kegirangan karena si abang manggil aku eneng..berarti aku keliatan masih eneng-eneng hahaha).

Uang puluhan ribu kurasa tidak cukup untuk membalas kebaikan malaikat itu. Tapi itu kuanggap sedikit salam untuk anak dan istrinya di rumah. Aku yakin keikhlasan seseorang berasal dari kebahagiaan yang dia bawa dari rumahnya. Anak istri yang telah merelakan sang Malaikat terbang menebarkan kebajikannya di luar rumah, untuk menolong orang-orang seperti aku.

Lantunan puji tidak pernah lepas dari mulutku. Ditengah hujan yang tak kunjung reda, laju motor ku pacu dikecepatan 40-80 km/jam. Maklum jalur yang kulewati Jalan Soekarno-Hatta, jalur bypass-nya Bandung. Kendaraan yang dipacu dibawah kecepatan itu bisa-bisa habis diklakson orang. Dengan mata minus 2 yang tidak mungkin pakai kacamata disaat seperti ini, aku tidak bisa membiarkan kaca penutup helm tertutup.
Malam yang gelap, karena hari sudah menjelang isya. Berbahaya jika aku nekat pasang kaca helm. Alhamdulillah air hujan itu cukup membuat wajahku terasa sedang diakupressure (mudah-mudahan setelah ini mukaku kembali kencang seperti eneng-eneng..hehe). Kembali kuingatkan hatiku bahwa semua ini tidak akan berhasil membuatku merasa menderita. Sehingga walau ketika kemacetan terjadi di perempatan Buah Batu yang memakan waktu hampir 20 menit, kalimat syukur selalu kulantunkan dalam hatiku. Hmmm, betapa indahnya, betapa nikmatnya. Aku membayangkan semua ini hanya akan mengantarkanku pada kenikmatan dan kebahagiaan yang kucapai.

Ini bukan penderitaan tapi ini adalah perjuangan. Perjuangan itu harus dilakukan jika kita mau menang. Jika aku berteduh tanpa tahu kapan hujan kan reda, tandanya aku menyerah, dan menunda untuk berjuang. Jika aku menundanya berarti kemenanganku juga akan tertunda. Semakin lama aku menunda semakin lama pula aku bisa memeluk anak-anak, dan kehilangan waktu mereka sebelum tidur. Semakin lama pula badanku dalam kedinginan dan kebasahan.

Rumah, anak-anak, dan air hangat adalah motivasi terkuat untukku memacu si shogun, walau entah sudah berapa cc air hujan yang masuk ke dalam tenggorokanku. Dan entah berapa kali mobil dengan kecepatan tinggi menyiprati genangan air  ke mukaku. Alhamdulillah. Orang-orang banyak yang mengeluarkan uang berjuta-juta untuk menikmati petualangan seperti ini. Dan aku mendapatkannya g-r-a-t-i-s. What a moment!

Saat sesuatu kita anggap sebagai perjuangan dan kita tahu apa yang kita perjuangkan ternyata rasanya nikmat sekali, kawan. Setidaknya itu adalah pilihan. Walaupun aku bisa mencari seseorang atau sesuatu untuk kujadikan kambing hitam. Tapi buat apa? Apakah si kambing hitam akan membuat penderitaan menjadi lebih mudah?.

And guess what i did when i arrive?
memeluk anak-anak erattttt,
mandi air hangat,
dan bermain sejenak.
hingga akhirnya ku tertidur dalam nikmat.

Semua itu hadiah-Mu ya Allah!

Penderitaan? Itu bukan penderitaan, itu adalah perjalanan penuh petualangan yang mewarnai hari ku dan memperkaya batin ku.

Rasanya ada satu pencerahan dalam hatiku:


We feel alive when we happy. And we know we are blessed and happy after we thru a challenging journey!

Selamat menikmati petualangan kawan, and be HAPPY!

*hasil perenungan 1.30" dalam perjalanan pulang.
6 Desember 2013
 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang