Sabtu, 02 Maret 2013

Menjerumuskan Anak 1: Kisah dari Imam Al Ghazali


Menjerumuskan Anak 1: Kisah dari Imam Al Ghazali

Sewaktu masih duduk di bangku kuliah saya sempat ikut suatu pengajian yang ‘aneh’. Dalam pengajian yang biasa saya hadiri, ustadz atau ustadzah selalu berusaha menularkan aura positif, kebahagian batin dan kelapangan hati. Anehnya sore itu, sang ‘ustadz’ malah menyinggung perasaan saya karena menghina ayah dan ibu saya. Dia menuduh kedua orang tua kami, para hadirin saat itu, tidak mendidik anak-anak mereka dengan ajaran agama yang baik. Betapa sok tahunya dia itu, bah! Tapi tulisan saya kali ini tidak akan membahas tentang ‘ajaran sesat’ pengajian itu yang saya ingin bicarakan adalah tentang cara mendidik anak dengan tepat. Karena kadang kita underestimate pada anak-anak kita. Selamanya kita menganggap anak-anak kita itu kecil. Akibatnya jiwa mereka ikut kerdil. Kita membonsai mereka justru karena kita terlalu sayang pada mereka.

Imam Al-Ghazali mencontohkan bagaimana orang tua bisa menjerumuskan anak-anak mereka.
Sebuah kisah dari Syaikh Ibnu Zhafar Al-Maki.

Abu Yasid kecil adalah seorang anak yang sangat cerdas. Suatu hari Abu Yasid kecil berhasil menghafalkan Surat Al-Muzammil 1-2, “Hai orang yang berselimut (Muhammad) bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari”. Pada suatu kesempatan ia bertanya kepada bapaknya, untuk siapa sebenarnya ayat tersebut diperuntukkan. Dan ayahnya menjelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan untuk Rasulullah SAW.

Abu Yasid bertanya kembali, “Jika Rasulullah adalah tauladan bagi manusia, mengapa Ayah tidak melakukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?”

Sang ayah hanya tertawa kecil. Setelah terdiam sejenak dia menjelaskan bahwa shalat malam adalah ibadah khusus yang menjadi fardhu bagi Rasulullah, namun tidak bagi umatnya.

Abu Yasid nampak belum puas, namun dia terdiam

Suatu hari kemudian ketika Abu Yasid kecil berhasil menghafal ayat “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam,atau seperdua malam,atau sepertiganya segolongan orang-orang yang bersama kamu.” (Al-Muzamil 20). Ia mendatangi ayahnya dan kembali bertanya. ”O Ayah, aku mendengar bahwa ada orang-orang yang bangun malam, siapakah mereka itu?”

Ayahnya menjawab,”mereka adalah para sahabat”.

Abu Yazid kecil bertanya lagi, “Apakah ada kebaikan jika kita tidak melakukan apa yang dikerjakan Nabi dan para sahabatnya?”

Sang Ayah tertegun, betapa ternyata dia harus diingatkan Allah lewat pertanyaan-pertanyaan anaknya. Sejak malam itu Sang Ayah selalu berusaha melaksanakan shalat malam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah.

Pada suatu malam Abu Yazid kecil terbangun saat sang ayah shalat malam, lalu ia meminta ayahnya untuk mengajarkan cara bersuci dan melaksanakan shalat malam.
Dengan penuh kasih sayang sang Ayah membelai rambut anaknya dan menyuruhnya tidur kembali. “Sudahlah anakku,kamu tidur saja. Kamu masih kecil, nanti saja kalau sudah besar.”

Abu Yazid kecil berkata,”Kalau suatu hari nanti dimana orang-orang ditanya tentang amal-amalannya, maka aku akan menjawab bahwa aku tidak diajari ayahku terntang bersuci dan shalat malam. Karena menurut ayahku aku masih kecil. Ayahku malah menyuruhku tidur kembali. Apakah ayah mau berjanji bahwa ayah akan menjadi saksiku nanti?”

“ Ya Allah, demi Allah Ayah tidak mau.” Akhirnya sang Ayah mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat pada anaknya. Tanpa berfikiran bahwa anaknya itu masih belum memerlukannya. Keinginan yang kuat dari bersumber dari doa orang tuanya, jika kita menghalangi mereka untuk maju, berarti kita juga yang menghalangi doa kita untuk terkabulkan...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang