Jumat, 15 Maret 2013

Pencerahan 1


Kalau boleh cerita tentang ‘pencerahan’, ada 1 cerita yangsampai sekarang masih teringat dari komik Manajemen Qalbu-nya Aa Gym. Padahal itu sekitar 10 tahun yang lalu, saat aku masih menjadi putih abu-abuer, saat aku masih sangat imut dan lugu...(wewlh wewlwh bagian ini kayaknya ga penting banged yak?..hehehe. Soalnya sekarang udah ga imut dan ga lugu lagi, tapi udah jadi amit-amit dan belagu...ihhh lebih ga penting lagi. Yukk ah lanjutttt...)

Ceritanya tentang seorang ibu berdandan ‘ala penggede, yang menawar mangga pada pedagang keliling. Karena harga gak pas akhirnya si ibu dengan perhiasan banyak itu melenggang pergi. “Ih, ditawar aja ga mau. Kalo mahal gitu mah lebih baik beli di supermarket aja. Mutu lebih terjamin,” ujarnya, sambil menaikkan kaki keatas mobilnya.

Nah, lalu apa yang aneh dengan penggalan cerita diatas. (Kayak ulangan bahasa Indonesia ya pertanyaannya? Wkwkwk..) Justru ga ada yang aneh. Itulah yang jadi permasalahannya. Kok Bisa?

Sadar ga kalau kita cenderung bersikap seperti si ibu penggede itu. Kita terkadang lebih memilih untuk berbelanja di supermarket, daripada harus nawar-nawar ama penjual keliling. Kenapa? Alasannya sangat rasional. Di supermarket kualitas relatif terjaga, karena barang-barang yang masuk supermarket biasanya sudah melalui kontrol kualitas. Bayar sedikit mahal, ga masalah.

Cuma pernahkah terpikir kalau keuntungan dari supermarket itu akan lari ke tangan para bos yang memang sudah berkantung tebal. Sedangkan kalau beli ke tukang dagang keliling, keuntungannya akan lari ke keluarganya. Para penjual-penjual itu berjihad mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Apa salahnya kita untuk tidak menawar mati-matian, anggap saja membantu meringankan bebannya. Bagi kita mungkin seribu-dua ribu tidak ada artinya, namun bagi mereka akan sangat bermanfaat..

Sama halnya seperti model ayam-telur , siapa yang duluan. Begitu pula fenomena diatas. Kadang kita juga harus rasional, ada hukum ekonomi yang menyatakan bahwa manusia cenderung berusaha mendapatkan sesuatu semaksimal mungkin dengan pengorbanan seminimal mungkin. Kalau ada yang lebih murah ngapain yang lebih mahal? Kalau ada yang lebih baik, kenapa takut bayar lebih mahal. Tul gak?

Ok, kalau tujuannya membantu pedagang kecil kita akan mendahulukan belanja di pasar atau di pedagang keliling. Tapi kadang, dalam rangka mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya mereka juga melakukan kecurangan. Misalnya dengan menyembunyikan barang cacat dan menjualnya tanpa peringatan. Hal yang sangat kecil kemungkinannya terjadi di supermarket. Kalaupun terjadi kita bisa komplen sama manajernya.
Ya, kalau udah jadi tradisi yang mendarah daging gini mah susah ya...Siapa yang salah pembeli atau penjual nih? Ah, ternyata menjadi konsumen juga harus cerdas ya..

Contoh soal dalam kehidupan:

Dulu sebelum dapat ‘pencerahan’, saya juga ga mau beli ama pedagang kaki lima. Bukannya sombong atawa belagu alias gengsi, tapi kadang-kdang mereka suka ngasih harga yang ga kira-kira. Emang kita bisa dibodoin apa? Ada harga diri bermain disini.( cieeee...). Padahal sebagai manusia yang berprikemanusiaan dan berprikeadilan, suka ga tega kalo nawar ampe seperempatnya..(busyet dah!). Karena ga tega itu, kalo nawar palingan ngurangi serebu-dua rebu. Makin kesini makin tahu, ternyata trik para pedagang untuk menghadapi ibu-ibu yang dahsyat nawarnya, mereka pasang harga ga kira-kira. Pantesan tiap aku yang nawar, pedagang ga pake banyak cingcong lagi, langsung bungkussss!!Tapi setelah tahu bahwa kenyataan yang terjadi memang begitu, sekarang saya lebih arif dalam menyikapinya (cieee...).

Ada nih cerita, beberapa hari yang lalu beli mangga di kios pinggir jalan. 
“Berapa Bu Sekilo?” tanyaku sambil milih-milih.

“8 rebu,” jawabnya acuh tak acuh.

Setelah puas milih aku sodorkan 4 buah mangga kepadanya untuk ditimbang. Dalam hati perasaan kemaren di kantor ada yang jual 5 rebu deh. Kok disini bisa mahal banget ya? Ah, udahlah kan uang lebihnya juga ga kemana-mana,itung-itung sodakoh deh, hibur malaikat dalam hatiku. Karena tengsin nanya berapa beratnya tuh mangga, aku langsung ngasih uang 50 rebu dan dikembaliin 35 rebu. Aku nanya, emang segitu 2 kg bu?"

“Iya”, jawabnya pendek. Ya ilah si ibu irit banget ngomongnya, emangnya pake bensin apa?

Akhirnya aku pulang kerumah sambil membayangkan anak-anakku yang berlarian menyambut mangga ditanganku.

“Assalamu’alaikum”. Kok sepi, kemana anak-anak, tanyaku dalam hati. Rupanya mereka lagi ngumpul di dapur .

“Eeh Bunda udah pulang..” sambut anakku, dia menyodorkan tangannya yang lengket untuk salim. Mulut mereka berlepotan cairan berwarna oranye. “ Tadi niang beliin kita mangga enak deh Bun, mau?”, kata Jaka sambil mengasongkan potongan mangga mulutku.

Hehe aku Cuma mingkem masem. “emang niang beli dimana mangganya?”

“Beli ama yang lewat. Murah Cuma 10 rebu, dapet 3 kg...” jawab ibuku santai.

Gubrakkkk , berarti 1 kilonya Cuma 3,33 rebu rupiah dong. Sedangkan aku beli 1 kilonya 8 rebu. Aduh mak...kalo gini siapa yang bloon??????

0 komentar:

Posting Komentar

 

Keluarga Pak Wajdi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang